Ubo rampe yang disiapkan untuk penyelenggaraan tradisi ini meliputi besek-besek (kotak dari anyaman bambu) berisi nasi lengkap dengan lauknya yang diletakkan di tengah-tengah bangsal. Selain itu disajikan juga buah-buahan dan susunan kecil nasi bungkus dan  jodhang . Makanan diusung ke bangsal dengan sebuah kotak kayu besar. Makanan tersebut nantinya dibagikan untuk seluruh peserta yang hadir sebagai tanda sedekah dari Sultan.
Ubo rampe berikutnya adalah lilin atau lampu ting(lampu minyak) yang dinyalakan di Pintu Gerbang menuju Keraton Kilen (1 buah) dilengkapi cawan berisi bunga dan bokor berisi air. Makna lilin atau lampu ting merupakan simbol penerangan bagi jiwa manusia agar hati selalu padhang atau terang. Air merupakan simbol hati yang tentram.Â
Pelaksanaan Tradisi Selikuran di Lingkungan Masyarakat  YogyakartaÂ
Seperti yang sudah saya ulas di depan bahwa umat Islam bisa mengusahakan untuk meraih lailatul Qadr. Imam Syafi'i berkata, "Menurut pemahamanku, Nabi Saw menjawab sesuai yang ditanyakan, yaitu ketika ada yang bertanya pada Nabi Saw, "apakah kami mencarinya di malam ini?, beliau menjawab: "carilah di malam tersebut" (Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah).Â
Melalui sinkretisme budaya Jawa dan Islam, tradisi untuk meraih dan mendapatkan Lailatul Qadr masih lestari. Bahkan masyarakat di bawah kekuasaan Keraton Yogyakarta juga ikut melestarikannya.Â
Hanya saja pelaksanaan malam selikuran lebih bervariasi. Ritual Kenduri misalnya. Kenduri ini dilaksanakan oleh setiap keluarga dengan menyiapkan hidangan nasi dan lauk-pauk yang disebut Rasulan. Kendurian diadakan pada setiap malam tanggal ganjil, yaitu tanggal 21, 23, 25, 27, atau tanggal 29 Ramadan.Â
Jika di lingkungan keraton menyalakan lilin atau lampu ting maka ada juga masyarakat  yang menyalakan lampu lampion (ting) dengan warna-warni di rumah masing-masing dan jalan-jalan.Â
Selain itu ada juga yang melakukan tradisi jaburan yaitu upaya menyediakan konsumsi bagi acara likuran dengan cara gotong royong sistem giliran, dengan kuantitas dan kualitas jaburan seikhlasnya dan sesuai kemampuan. Berkembang juga tradisi khataman sebagai tanda selesainya membaca Alquran selama bulan Ramadan.Â
Tradisi selikuran tersebut merupakan upaya memperbanyak peribadatan kepada Allah dan penyucian diri agar bisa meraih Lailatul Qadr dan meraih kemenangan di bulan Syawalnya.
---