Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tradisi Selikuran di Lingkungan Keraton dan Masyarakat Yogyakarta

9 Mei 2019   05:35 Diperbarui: 9 Mei 2019   07:33 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Alhamdulillah puasa Ramadan sudah memasuki hari keempat. Di hari keempat puasa ini saya akan mengangkat tentang tradisi yang berkembang dan masih dilestarikan di lingkungan keraton Yogyakarta dan wilayah-wilayah di bawah pengaruh keraton. Termasuk di sekitar tempat tinggal saya. 

Akan tetapi sebelum saya ulas tentang tradisi tersebut, kita ingat dulu bahwa bulan Ramadan ini memiliki banyak keutamaan. Hal ini bisa dilihat dari pembagian bulan Ramadan oleh Rasulullah menjadi tiga tahap. 

Pertama, pada 10 hari pertama di Bulan Ramadan adalah hari yang penuh rahmat. Oleh karenanya di 10 hari pertama ini maka kita bisa melakukan amalan seperti berdoa dan beribadah kepada Allah agar setiap hari kita berada di dalam rahmatNya.

Selanjutnya 10 hari kedua merupakan hari yang penuh ampunan atau maghfirah. Amalan di 10 hari kedua dapat kita isi dengan memperbanyak sholat malam, berdoa dan dzikir, bermuhasabah diri atau taubatan nasuha.

Kemudian di 10 hari terakhir merupakan hari di mana terdapat penghindaran diri dari siksa api neraka. Pada 10 hari terakhir ini terdapat pula malam Lailatul Qadr, yaitu malam yang lebih mulia dari seribu bulan. Kemuliaan malam seribu bulan bisa kita temukan dalam QS. Al-Qadr.

Tradisi Selikuran

Berkaitan dengan malam Lailatul Qadr ini di lingkungan Keraton Yogyakarta terdapat tradisi Malem Selikuran. Tradisi ini jelas memadukan antara tradisi Jawa dengan ajaran Islam. Sudah sejak awal perkembangan agama Islam para Wali Sanga berdakwah dengan memanfaatkan tradisi Jawa yang telah berkembang sebelumnya. 

Malem Selikur ---Malam tanggal 21--- merupakan salah satu cara atau metode dakwah Islam yang disesuaikan dengan budaya Jawa. Arti kata Selikur sebagai Sing Linuwih ing tafaKur. Makna tafakur sendiri merupakan usaha manusia untuk lebih mendekatkan diri pada Allah. 

Jadi dapat diartikan bahwa dari tradisi ini akan lebih mengingatkan manusia agar bisa introspeksi atas segala perilaku, ucapan dan hatinya. Introspeksi atau tafakur diri dalam ajaran Islam dikenal dengan kegiatan I'tikaf di masjid di 10 hari terakhir. Harapannya umat Islam bisa meraih Lailatul Qadr. Tentang malam Lailatul Qadr sesuai sabda Nabi Muhammad, "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan" (Bukhari dan Muslim)

Pelaksanaan Selikuran di Keraton Yogyakarta 

Tradisi Malem Selikur biasa diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta dengan bertempat di Bangsal Sri Manganti. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 20 Ramadan sore ---sekitar pukul 17.00--- dan dihadiri oleh perwakilan dari tepas-tepas dan kawedanan-kawedanan yang ada di Keraton Yogyakarta serta para Abdi Dalem Punakawan Kaji dan Abdi Dalem Suranata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun