Esok hari, tanggal 1 Mei, bertepatan dengan Hari Buruh Internasional. Pada tanggal ini para buruh memperingati hari buruh dengan berharap nasib buruh lebih baik. Pada tanggal ini pula biasanya para buruh mengadakan demo yang menuntut gaji yang layak.Â
Di dunia pendidikan Indonesia pun memiliki cerita yang cukup memprihatinkan. Masih banyaknya tenaga guru non PNS yang nasibnya terkatung-katung. Guru honorer dengan usia lebih dari 35 tahun tidak bisa mengikuti pendaftaran seleksi CPNS tahun 2018 kemarin. Padahal beberapa tahun sebelumnya pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium guru PNS. Akibatnya dalam tahun-tahun tersebut tidak ada penerimaan CPNS.Â
Tentu hal tersebut dinilai merugikan para honorer yang memasuki usia hampir 35 tahun. Mereka tak berhak mendaftar CPNS. Kemudian muncul kebijakan pengangkatan guru dengan jalur PPPK. Lagi-lagi masih banyak guru honorer yang tidak bisa ikut serta mendaftar karena yang mengikuti seleksi PPPK sudah by name.
Sudah menjadi cerita umum, guru non PNS baik honorer di sekolah negeri maupun GTY setiap bulan mendapatkan penghasilan di bawah UMR. Kisaran 200ribu sampai 500ribu mereka dapatkan setiap bulannya. Mungkin bagi masyarakat umum yang tidak berkecimpung di dunia pendidikan tak akan percaya. Mereka mengira para guru non PNS sama seperti guru PNS dalam hal kesejahteraan.
Saya sendiri meski merupakan guru dari yayasan, honor saya dapatkan hanya dari sekolah dengan sumber dana dari BOS. Tidak seperti yang masyarakat pikirkan. Banyak anggapan bahwa kami mendapat honor dari yayasan, dari sekolah.Â
Ketika kita berada di tengah-tengah para guru non PNS ini pasti tahu kondisinya. Dengan gaji yang terbatas tersebut, para guru non PNS harus menghidupi keluarga, bersosial dan berbagai aktivitas yang tak lepas dari uang.Â
Namun ketika dihadapkan pada ketugasan para guru baik PNS maupun non PNS sama beratnya. Mulai dari menyiapkan rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. Dalam pelaksanaan pembelajaran juga tak sekadar mengajar namun mendidik dan menyiapkan anak didik yang berkarakter.Â
Perangkat pembelajaran pun luar biasa banyaknya. Maka sudah selayaknya para guru non PNS diperhatikan pihak pemerintah. Siapapun nanti pemimpin negeri ini semoga nasib mereka lebih diperhatikan. Manusiakan mereka. Jangan malah menyalahkan mereka hanya karena mereka dengan kesadaran sendiri ingin mengabdi kepada negeri. Padahal moratorium dilaksanakan dan banyak sekolah yang tidak mencukupi kebutuhan pendidiknya.
Keluhan-keluhan yang dialami setiap hari sudah disampaikan kepada PGRI, dinas dan DPRD. Tetapi mereka terbentur pada aturan pengangkatan GTT tidak boleh lebih dari tahun 2005. Padahal sekolah sendiri sangat membutuhkan para guru non PNS untuk mendidik para siswanya. Guru PNS akan kewalahan jika tidak dibantu oleh para honorer tersebut.Â
Akhirnya mau tak mau sekolah mencari guru sendiri setelah guru PNS yang purna tugas atau memasuki masa pensiun serta kebijakan moratorium PNS. Apalagi pihak pemerintah juga jarang membuka pendaftaran CPNS untuk tenaga guru meski banyak guru yang sudah pensiun. Baru tahun ini diselenggarakan seleksi penerimaan CPNS.
Bulan ini, bagi guru honorer yang tak berkesempatan ikut seleksi CPNS dan PPPK di wilayah kerja kami para honorer yang memiliki ijazah linier didata dan mengumpulkan berkas untuk pendataan Guru Pengganti. Guru Pengganti akan memperoleh gaji dari daerah akan tetapi lagi-lagi ini bersifat kontrak saja. Jika di sekolah Guru Pengganti yang bersangkutan di kemudian hari telah terpenuhi kebutuhan guru PNSnya maka Guru Pengganti otomatis harus putus kontrak.