Ranti begitu bahagia mendengar kabar dari mulut ke mulut bahwa Jepang mengalami kekalahan melawan Sekutu. Ranti tersenyum mendengar itu. Dua kota besar pemroduksi senjata berhasil dilumpuhkan Sekutu dengan bom atomnya. Dua kota luluh lantak dalam sekejap. Hiroshima dan Nagasaki.
Senyum tersungging itu bukan muncul tanpa alasan. Hampir seluruh anggota keluarganya mengalami penderitaan akibat praktek Romusha dan wajib militer. Dengan kondisi kesehatan yang buruk, suami dan ayahnya harus menjalani kebijakan kejam tersebut.
"Akhirnya kau hancur juga, Jepang...," Gumamnya.
Yang jelas, janda muda yang tengah hamil itu selalu mengikuti kabar tentang bangsanya sejak orangtua dan suaminya meninggalkannya selamanya.
Kabar perbedaan pendapat dari kaum tua dan kaum muda untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia santer terdengar.
"Ah... mereka masih saja saling silang pendapat...", Keluhnya.
" Yang tua punya prinsip harus berjalan bersama panitia persiapan. Yang muda juga tak sabar. Tak mau mendengar orang tua...", Gumamnya lagi.
Waktu itu malah golongan muda mengamankan bung Karno dan bung Hatta. Dari berita yang didengarnya, pemuda mau menghindarkan kedua tokoh dari pengaruh Jepang.
" Wong ya Jepang sudah memberikan kebebasan kepada Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera memproklamirkan kemerdekaan. Lha apa berpengaruh lagi bagi orang sebesar mereka. Mereka pasti lebih bijak..."
Dari pimpinan kampung di kampungnya Ranti juga mendengar kalau Bung Karno dan Bung Hatta sudah memastikan akan segera terjadi revolusi. Revolusi untuk proklamasi. Indonesia akan gerak cepat. Agar Indonesia tak kecolongan dikuasai Belanda lagi. Kalaupun nanti Belanda masih mau berkuasa, Indonesia tinggal mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan. Ranti yakin pemuda di penjuru Nusantara sudah semakin solid.
***
Siang itu.
Akhirnya Ranti mendengar pekikan " Merdeka! " dari pemuda-pemuda di kampungnya.
" Merdeka, mbak Ranti! ! ! ", Ucap pemuda ketika berpapasan dengannya sambil mengepalkan tangan kanannya.
" Merdeka! ! ! ", Sambutnya.