Mohon tunggu...
Jonathan Pattisina
Jonathan Pattisina Mohon Tunggu... Human Resources - Pegiat

Menulis artinya merdeka.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jangan Asal Posting!

23 Januari 2018   21:04 Diperbarui: 23 Januari 2018   22:42 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu saya menerima informasi yang cukup mengagetkan sekaligus membuat saya tertawa geli. Bagaimana tidak, beberapa teman se-jurusan saya diberitakan menjadi bagian dari para pelaku begal yang mulai menjamur di kota yang saya tinggali, Kota Kupang. Selidik punya selidik, rupanya informasi tersebut disebarkan melalui sebuah grup facebook yang sering menjadi  wadah bagi warga kota Kupang untuk saling berbagi informasi (kadang bernada provokasi alias kampanye hitam). Sayangnya, informasi kali ini tidaklah benar.

Hingga sampai pada tahap penyebaran informasi hoax tersebut, rupanya diawali dari sebuah aksi bercanda antar teman. Kabarnya, salah seorang dari teman-teman saya tersebut dengan isengnya memposting sebuah whatsapp story yang memuat foto dua orang pelaku begal (sebenarnya) yang telah diamankan pihak kepolisian. Tidak ada yang salah. Sayangnya, foto tersebut dibumbui dengan caption foto yang ambigu. Pada bagian caption, ditulis bahwa dua orang pelaku begal tersebut mempunyai beberapa "teman seperjuangan" dan nama teman kedua pelaku ia tulis dengan nama teman-temannya sendiri. Motivasinya apa? Lucu-lucuan.

Rupanya isi caption yang ambigu mempengaruhi orang yang melihatnya. Tidak menunggu waktu lama sejak whatsapp story tersebut diunggah, rupanya sudah ada orang yang mengcapture dan menyebarluaskannya. Alhasil, informasi hoax dengan niat bercanda tersebut tersebar hingga grup facebook dengan lebih dari 7000 akun yang menjadi anggota. Informasi hoax tersebut dikirim oleh salah seorang yang mengaku mendapat hasil capture dari orang lain. Secepat itu media sosial bekerja.

Pada akhirnya, kiriman tersebut disambut negatif oleh para penghuni grup. Ada yang memaki bahkan mengutuk. Ada pula yang mempertanyakan valid tidaknya informasi yang dikirim karena, nama-nama tersebut tidak disangka menjadi bagian dari kelompok begal di Kota Kupang. Sayangnya, tidak semua mempertanyakannya. Mungkin saja ada yang semakin menyebarluaskan. Hal ini tentu menjadi momok bagi mereka, yang namanya tercantum sebagai pelaku begal. Apalagi kalau bukan nama baik dicemarkan. Bahkan, menurut cerita yang saya dengar salah seorang dari mereka didatangi keluarga besar yang marah akibat salah kira dari pemberitaan tersebut.

Setelah itu, dihari yang sama mereka yang namanya merasa dicemarkan segera memaksa si pengirim informasi di grup untuk melakukan klarifikasi bersama dan diurus secara kekeluargaan.

Diera milenial, setiap orang seakan "ngebet" menjadi citizen journalism. Mereka seperti memiliki kebanggaan tersendiri ketika informasi yang awalnya belum diketahui banyak orang kemudian menjadi viral akibat disebarkan oleh mereka. Sisi positifnya, semakin banyak informasi yang didapat oleh masyarakat mengenai kejadian sekitar dan lebih meluasnya populasi subjek berita di Indonesia. Mengingat, sebelum media sosial menjamur pemberitaan nasional hanya didominasi oleh berita yang berasal dari pulau tertentu.

Namun, ketika setiap orang ingin menjadi "jurnalis", ingin menyebarkan sebuah informasi, kerap kali informasi tersebut bukan informasi sebenarnya karena tidak ada proses "chek dan re-chek". Jangankan masyarakat awam, tidak jarang adapun Jurnalis yang memberitakan sebuah informasi yang sedang menjadi viral di sosial media tanpa proses "chek dan re-chek" tadi. Ini tentu menjadi semakin memprihatinkan.

Isu pemberitaan hoax bukan hal baru, saya percaya setiap yang membaca artikel ini sudah bosan mendengar isu ini. Bahkan, anda akan menganggap saya "telat" dalam mengkritisinya. Namun, yang perlu saya ingatkan bukan sekedar pemberitaan hoaxnya, namun hal-hal buruk yang dapat terjadi akibat perilaku "ceroboh" ini. Salah satunya, yang dialami oleh teman-teman saya.

Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bijak-bijaklah dalam memposting sesuatu entah dalam bentuk video, gambar atau kalimat dan dalam jenis sosial media manapun. Sesuatu yang kita anggap sebagai bercanda, belum tentu diterima sebagai sebuah candaan. Bisa jadi, dianggap sebagai sebuah penodaan atau bentuk informasi serius yang perlu disebarluaskan. Pada intinya, kita perlu menilik dari berbagai perspektif sebelum menjadi konsumsi publik. Ingat, jangan asal posting!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun