Mohon tunggu...
Jonter Sitorus
Jonter Sitorus Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Jonter Pandapotan Sitorus, kelahiran Pematang pao 1 oktober 1986. Mari Kita Berkarya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Ujian dan Mahasiswa

24 Februari 2016   13:54 Diperbarui: 24 Februari 2016   14:36 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hidup adalah sebuah panggung ujian. Artinya, dalam keseluruhan keberadaan manusia tentunya dipenuhi ujian kehidupan. Entah itu ujian yang yang bersifat mudah entah itu ujian yang paling sulit sekalipun. Intinya, hidup tidak akan terlepas dari sebuah ujian. Persoalannya adalah bagaimana kita dapat memaknai sebuah ujian itu. Mungkin sebagian orang akan mengganggap bahwa ujian adalah sebuah pencobaan atau pergumulan atau mungkin juga sebagian orang akan mengganggap bahwa ujian sebagai ajang latihan menuju level kehidupan yang lebih baik. Pada prinsipnya tergantung pada cara pandang seseorang dalam menghadapi ujian.

Dari hasil perenungan itu, saya mencoba mengaitkannya dengan realitas dalam kehidupan akademik. Katakanlah dalam dunia pendidikan khususnya dalam ranah kampus. Secara terjadwal memang mahasiswa akan mendapatkan sebuah ujian apakah itu dengan istilah Ujian Tengah Semester (UTS), Ujian Akhir Semester (UAS) atau jenis-jenis ujian lainnya. Pada intinya jenis ujian tersebut akan mereka hadapi. Seperti saat ini yang sedang dihadapi oleh mahasiswaku satu ujian untuk menentukan layak tidaknya lulus dalam mata kuliah yang sudah diajarkan yaitu UAS.

Standar penilaian di beberapa kampus berbeda-beda. Sekadar informasi penilaian mahasiswa di gunakan dit tempatku terdiri atas tiga kategori. Pertama, kategori KAT (Kegiatan Akademik Terstruktur) yang dibagi menjadi tiga bentuk yaitu KAT I, KAT II, dan KAT III yang masing-masing bobotnya sebesar 10 %. Kedua, kategori UTS yang bobotnya sebesar 30 %. Terakhir, kategori UAS yang besar bobotnya 40 %. Melihat komposisi tersebut tentulah setiap mahasiswa harus menargetkan nilai agar pencapaian pembelajaran terlaksana dengan baik sesuai harapan.

Fenomena Ujian

Ketika menghadapi ujian, menurut hemat saya ada tiga tipe mahasiswa. Pertama, tipe mahasiswa yang siap menghadapi ujian. Artinya secara mental dan pengetahuan ia sudah siap bertarung dengan soal yang akan diujikan. Kedua, tipe mahasiswa yang tidak siap. Artinya secara mental tidak siap untuk bertarung dengan soal-soal yang akan diujikan, tetapi secara pengetahuan mungkin sudah siap. Ketiga, tipe mahasiswa terbeban mental. Artinya, secara mental sudah terbebani oleh ujian. Biasanya, mahasiswa yang seperti ini akan menganggap ujian adalah sebuah hal yang mengerikan.

Ujian adalah sebuah pencobaan yang sangat berat. Terlebih untuk menghadapi UAS. Jenis ujian ini akan dianggap sebuah pencobaan yang begitu berat sehingga menjadi momok yang menakutkan karena menjadi penentu lulus tidaknya mahasiswa tersebut dalam mata kuliah yang telah ia tempuh selama ini. Padahal secara tidak ia sadari bahwa ketika mentalnya sudah terbebani maka pikirannya menjadi lawan atau musuh yang mampu menggagalkannya dalam mengikuti ujian. Daya konsentrasi akan menurun sehingga sulitnya mengeluarkan jawaban-jawaban yang sesuai dengan soal ujian.

Fenomena Pendewaan Nilai

Memang tidak bisa dimungkiri bahwa sebuah nilai penting untuk menunjukkan keberhasilan selama belajar. Namun, sangat salah bila nilai dijadikan sebuah hal yang utama dalam proses pembelajaran. Target untuk mendapatkan nilai harus dilakukan. Namun, mendewakan nilai sebagai segala-galanya adalah hal yang salah.

Fenomena mendewakan nilai masih sangat mungkin terjadi di dunia pendidikan kita. Dengan sistem penilaian yang berlaku di universitas tentunya secara tidak langsung akan menggerakkan hati dan pikiran mahasiswa agar mengejar nilai yang setinggi-tingginya. Mereka tidak salah, tetapi sistem penilaian kita yang seperti demikian. Oleh karena itu, justru di sinilah salah satu tugas dosen untuk membimbing cara berpikir mahasiswa.

Mengubah paradigma penilaian yang sudah mereka terima dari TK hingga SMA bahwa nilai adalah segala-galanya. Padahal sesungguhnya proses pembelajaran itu yang seharusnya menjadi nilai yang paling berharga. Jadi, bukan semata-mata angka-angka yang mereka dapatkan, melainkan pemaknaan terhadap proses belajar melalui pengalaman belajar yang telah mereka terima selama satu semester.

Hasil pengamatanku selama bertemu dengan mahasiswa sampai berakhirnya proses KBM selama satu semester, masih ada mahasiswa yang berorientasi pada nilai. Oleh karena itu, usaha mereka pun begitu luar biasa. Saat menjelang ujian, mereka akan mempertaruhkan waktunya untuk belajar sekuat tenaga sampai-sampai kesehatannya mungkin juga sedang dipertaruhkan. Sungguh penerapan strategi yang kurang bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun