Mohon tunggu...
Harjono Honoris
Harjono Honoris Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Generasi Ke-2 Penjaga Toko Obat Cina Makassar | Aktif di Instagram Multi Prima @obatmultiprima

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Laga Ahok-Anies Berdebat di Mata Najwa

29 Maret 2017   08:15 Diperbarui: 6 April 2017   04:00 3158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis hanyalah amatir politik yang mengetahui fenomena negara via televisi. Namun, sebagaimana pribadi yang hidup dalam dunia demokrasi, berpendapat adalah hakiki (halah). Setelah menonton Mata Najwa - Babak Final Pilkada Jakarta, banyak poin menarik yang bisa diamati dalam melihat kedua paslon gubernur DKI Jakarta.  Saya pribadi berterima kasih atas acara ini yang selalu berhasil menggali sedalam-dalamnya kapasitas narasumber, baik dari kapasitas otak sampai hati. 

1. Menghadapi Pertanyaan Sulit

[gambar pertanyaan]

 "Mba Nana adalah ular tangga politik Indonesia. Jika yang bisa memberi jawaban yang bertanggung jawab dan meyakinkan, namanya akan naik. Sebaliknya, siap-siap jatuh ke bawah dan sebawah-bawahnya" (Soeharto, Nyalin Menyalin Program, Topik Menohok). Ekspresi Wajah: Pak Ahok banyak ketawa heran, dengan senyum lebar dan mata yang tegang. Pak Anies, senyum berat. Mata dan mulut lebar, tapi muka selalu tertunduk ke bawah. Jelas keduanya berusaha menahan tekanan lapangan.

2. Gaya Menjawab Pertanyaan 

 Ahok mengandalkan data dan track record (keunggulan petahana); Anies mengandalkan program-program ideal dan kata-kata sejuk (strategi pendatang baru). Dalam pemaparan program, Pak Anies sangat sulit dengan data dan mempertanggungjawabkan data. Setiap beliau ingin menyerang, langsung disanggah oleh petahana; dan tak ada simpati pada aturan dan kesulitan lapangan, kesannya sangat revolusioner.

3. Imej sebagai Gubernur

Dalam program pendidikan, Pak Ahok punya makna keadilan yang meritokratif: kamu mau berusaha dulu baru mendapat kemudahan. Pak Anies memiliki prinsip keadilan yang amal, setiap orang harus diberi, walau anggaran harus bocor sebanyak-banyaknya.  Retorika Pak Anies sangat provokatif;  memeca gubernurt, merangkul, dan membalikkan setiap argumen supaya terlihat bahwa dialah figur yang lebih lembut dan pengasih; tegas, bertanggung jawab, dan konsisten jelas bukan imej yang ingin dia bangun. Dia ingin menjadi imej dari sentimen rakyat yang tak menyukai perubahan Pak Ahok, entah itu untuk Jakarta yang lebih baik atau buruk. Tak terlihat ada penghargaan atau pujian terhadap track-record petahana, penuh cap hitam.

Beginilah yang terjadi dalam studio. Setiap calon punya karakter yang berbeda. Bagaimana menurut pembaca, siapakah calon yang Anda lebih suka? Mari nongkrong di kolom komentar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun