APA YANG HARUS DILAKUKAN ?
(Jika belum membaca Bagian 1 tulisan ini, disarankan membaca bagian 1 terlebih dulu, karena bagian 2 merupakan kelanjutan dari Bagian 1)
*Jonny Ricardo Kocu
Mengakhiri tulisan ini, saya akan menawarkan beberapa solusi alternatif bagi kita, terutama para penyedia data kependudukan (pemerintah tingkat kampung dan kabupaten), serta penyelenggara pemilu (KPU) sebagai pengguna data, untuk mengatasi permasalah “DPT Fiktif” dalam penyelenggaran pemilu pada masa mendatang, sebagai berikut :
1) Adanya Komitmen Pemerintah : Memperbaiki sistem data kependudukan
Pihak-pihak yang terlibat dalam penyediaan data kependudukan untuk keperluan pemilihan (Pileg, Pilkada dan pemilihan Kepala kampung) perlu sinkronisasi dan kolaborasi dalam mendorong data yang valid, untuk keperluan pemilihan kedepannya.
Tersedianya data yang valid dan terintegrasi antara pihak-pihak penyedia data dan pengguna data, akan memungkinkan pelaksanan pilkada pada waktu mendatang akan berjalan baik, tanpa konflik-konflik kepentingan klaim atas hak DPT fiktif , seperti yang selama ini terjadi.
Sistem data kependukungan yang baik, harus dimulai dari komitmen pemerintah untuk memperkuat kapasitas SDM, Regulasi, menyediakan anggaran dan membuat sistem input data yang terintegrasi dan valid.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan operasional, pihak pemerintah kampung didorong untuk menyediakan data penduduk yang faktual. Sedangkan, Dukcapil menyediakan sistem layanan yang baik untuk kepengurusan data kependudukan, seperti KTP, Akta kelahiran dan Akta kematian (untuk mencatat penambahan dan pengurangan penduduk).
Di samping itu, ketersedian sistem dan data faktual di kampung (mencegah manipulasi data penduduk), juga mempermudah input data ke BPS.Selanjutnya, pihak penyelenggara Pemilu (KPU), tinggal menginput data dari pemerintah kampung atau Dukcapil dan BPS. Kolaborasi dan sinkronisasi antara pihak ini perlu diperkuat, agar tercipta sistem data kependudukan yang terintegrasi dan valid.