Sebenarnya tidak hanya untuk keperluan politik/pemilu, tetapi ketersedian data yang baik, juga membantu dalam pengunaan data sebagai basis kebijakan. Contoh ; dengan data yang baik, kita bisa tahu angka putus sekolah tinggi di suatu wilayah, sehingga perlu pendekatan dan kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Sistem penyediaan data yang baik, akan membantu kita dalam menggunakan data tersebut. Termasuk dalam konteks pemilu (pilkada). Sebab data yang bermasalah ( DPT fiktif), hanya akan melahirkan konflik-konflik yang menghambat agenda negara, termasuk pemilu, seperti yang terjadi selama ini. Komitmen pemerintah memperbaiki sistem data kependudukan, akan meminimalisir bahkan menghilangkan data (DPT fiktif) yang melahirkan konsep “ Kartu Hak Pilih” yang sering mematik konflik dalam pelaksanaan pemilihan.
2) Aturan Main Yang Tegas
Aturan main yang saya maksud adalah perlu penguatan pada implementasi regulasi yang telah ada (atau mengadakan regulasi). Misalnya, untuk mewakilkan hak suara seseorang dalam memilih, seseorang perlu mengantongi mandat (berupaya surat atau bukti lainnya), yang sah membuktikan bahwa orang tersebut telah memberi mandat kepada pihak kedua, untuk mengambil dan melaksanakan hak pilihnya dalam pilkada.
Selain itu, perlu aturan main yang mendukung poin sebelumnya (poin 1) agar pelaksanaan pemilihan didasarkan pada data yang valid, bukan fiktif dan manipulatif.
Di samping ini, perlu mendorong pemerintah desa akan selalu memperbaharui data, termasuk masyarakat aktif dalam mengurus akta kematian, surat pindah penduduk dan lainnya, agar data penduduk yang faktual dapat tercatat dengan baik. Sehingga, dapat dipergunakan dalam penyelenggaran pemilu, agar mendukung terwujudnya pemilu yang damai.
*Dosen Universitas Nani Bili Nusantara (UNBN) Sorong
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H