Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tamat SMA, Boleh Menjadi Presiden, Menjadi Guru Tidak Boleh

16 September 2014   00:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:35 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencantumkan 18 syarat menjadi presiden. Dari ke-18 syarat itu, syarat no.16 adalah berpendidikan minimal tamat SMA atau bentuk lain yang sederajat. Syarat pendidikan yang sama berlaku juga untuk caleg DPR.

Lalu di Koran saya baca syarat-syarat untuk melamar pekerjaan sebagai marketing officer di sebuah Bank swasta, begini :”pendidikan minimal D3 dari segala jurusan, pengalaman minimal 2 tahun di segala bidang”.

Saat penerimaan Guru PNS dicantumkan syarat pendidikan yang harus setingkat sarjana. Kalau hendak melamar ke BUMN atau perusahaan swasta multinasional syaratnya lebih ketat lagi. Selain sarjana strata-1, ipk minimal 3, harus alumni dari Perguruan Tinggi ternama pula.

Jika anda mempunyai modal dan hendak menginvestasikannya menjadi Perguruan Tinggi, sebaiknya pertimbangkanlah nama “TERNAMA”. Itu agar semua alumnus dari Perguruan Tinggi milik anda otomatis menjadi alumnus Perguruan Tinggi Ternama.

Bah, ternyata syarat pendidikan untuk dapat melamar menjadi presiden hanya sebatas minimal SMA, dan tidak disebutkan harus dari SMA ternama. Sementara syarat pendidikan untuk melamar jadi guru minimal harus sarjana, kalau ke BUMN selain minimal harus sarjana juga harus dari Perguruan Tinggi ternama. Apakah ini tidak aneh?.

Apakah menjadi guru lebih sulit dibandingkan dengan menjadi presiden atau menjadi anggota legislatif?. Tamat SMA tidak boleh melamar menjadi guru, tetapi menjadi presiden dibolehkan.

Apakah mengajar murid lebih sulit dari mengelola Negara?.

Memang ternyata begitu, sebab mengelola Negara dapat dilakukan secara sambil-sambilan. Buktinya ketua dewan Pembina Parpol sambil presiden, pengusaha sambil anggota legislatif, ketum parpol sambil menteri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun