Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Subsidi Itu Penipuan?

14 Februari 2014   12:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:50 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makna dari kata “subsidi” sering membingungkan dan membuat kening berkerut, apa ya maksudnya?.

Misalnya tentang subsidi bahan bakar minyak. Kata Pemerintah, rakyat disubsidi sekian ribu rupiah per liter BBM, jual rugi kalau kata pedagang kaki lima. Tapi ya kok nggak pernah rakyat diberitahu berapa sesungguhnya harga pokok per liter BBM, mulai dari eksplorasi, eksploitasi, dan distribusi sampai ke rakyat. Apakah besaran subsidi itu dihitung berdasarkan HPP (Harga Pokok Produksi) atau berdasarkan harga di pasar internasional?. Kalau berdasarkan HPP, semestinya rakyat (melalui lembaga tertentu) boleh mengaudit HPP. Tapi jika berdasarkan harga di pasar internasional, itu tidak adil mengingat minyak bumi itu adalah hak milik rakyat, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Begitu kata UUD 45 pasal 33.

Tapi baiklah, kita lihat saja laporan pembukuan akhir tahun PERTAMINA yang diekspos ke publik. Pertamina membukukan keuntungan sekitar 16 triliun rupiah. Itu yang disebut jual rugi?.

Ini subsidi yang paling aneh. Pimpinan pusat REI (Real Estate Indonesia) mengusulkan agar patokan harga rusun bersubsidi dinaikkan menjadi antara 7,3 juta sampai 15 juta rupiah per meter persegi tergantung daerah, atau menjadi antara 252 juta sampai 540 juta rupiah per unit. Itu untuk harga rusun seluas 36 meter persegi. (Kompas, Selasa 28 Januari 2014).

Yang membuat saya bingung, kok rumah seluas 36 meter persegi (kecil amit) seharga 252 juta – 540 juta rupiah masih disebut bersubsidi?. Itu sudah untung sangat besar, dan pengembang masih mendapatkan fasilitas pembebasan ppn (pajak pertambahan nilai). Rusun itu dibangun arah vertikal, jadi tidak membutuhkan lahan yang luas-luas amat, tapi ya kok harganya selangit?.

Sasaran dari subsidi juga membingungkan. Menurut Ketua REI, rusun tersebut diperuntukkan bagi kelas menengah ke bawah berpenghasilan antara 10 juta sampai 15 juta per bulan. Astagafirullah alazin, sudah sedemikian makmurkah negeri ini sehingga pendapatan 10 juta sampai 15 juta sebulan masih digolongkan kelas menengah ke bawah yang layak mendapat subsidi negara?. Mak Jang, kalau begitu awak ini masih kelas menengah ke bawah sekali,huhuuuuu ……..sedih. Kalau begitu sangat banyak PNS masuk kategori kelas menengah ke bawah, tapi ya mereka kaya juga.

Begitulah kata-kata dipelintir di negeri ini. Buktinya?. Saudara saya membangun rumah di Jati Asih. Luas tanah 148 meter persegi, bangunan berlantai dua, menghabiskan biaya hanya 380 juta rupiah. Itu biaya membeli tanah senilai 1,1 juta rupiah per meter persegi dan membangun rumah dua lantai dengan luas 100 meter persegi tiap lantai. Terdiri dari tiga kamar tidur (1 di lantai satu, 2 di lantai dua), 3 kamar mandi/toilet dengan dinding full keramik, lantai full keramik, satu ruang menyeterika, satu ruang menjemur dan mencuci, dan atap menggunakan rangka baja ringan. Dan itu tanpa subsidi,…….. bandingkanlah. Kalau menurut ukuran REI, seharusnya rumah saudara saya itu bernilai 1,5 miliar rupiah lebih. Wow, siapa berminat?.

Seluas apakah rumah seharga 540 juta rupiah?. Di kampung saya itu seluas lapangan sepak-bola standar internasional.

Maka, besok lebih baik saya pulang kampung.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun