Sebuah komet raksasa tersimpangkan dari orbitnya, entah kenapa, dan lalu memasuki lintasan orbit bumi, sebagian terbakar dan menguap, tetap saja komet menabrak bumi, dduuuuuaaaarrrr….komet yang sisa berdiameter 2 km menabrak bumi. Kita pasti kesulitan membayangkan dampaknya, baik dampak energi kinetik komet yang maha besar, dan dampak benturan yang maha dahsyat, selain dampak radiasi yang mengerikan.
Banyak yang mendefinisikan hari kiamat dengan cara seperti itu. Tetapi lihat, kita hidup sekarang, sebagian adalah untuk mengetahui bahwa peristiwa seram itu terjadi sekitar 2 juta tahun yang lalu.
Anak melawan bapak, perang antar bangsa, kelaparan akut, perang nuklir, pemanasan global, pencemaran udara dan air, semua itu terlalu kecil untuk menjadikan kiamat terwujud. Tetapi semua itu dapat menjadikan kematian missal manusia, kehancuran sumber-sumber pangan, kebinasaan spesies-spesies.
Dan tujuh puluh empat ribu tahun yang lalu, super vulkan Gunung Toba mengamuk. Anda yang pernah melihat betapa sngat luas Danau Toba yang ditimbulkan akibat letusan itu, pasti bergidik membayangkan, berapa juta kubikkah material yang disemburkan ke atmosfir?. Atmosfer bumi tertutup debu selama ribuan tahun menyebarkan kegelapan dan suhu dingin yang sangat ekstrem. Cahaya mentari tidak mampu mencapai permukaan bumi dan fotosistesis mati suri. Bayangan yang sempurna tentang hari kiamat.
Tetapi kini kita masih ada, tampaknya kehidupan selalu berhasil mencari celah meloloskan diri, dan melanjutkan pekerjaannya.
Apakah tidak ada kiamat?, Tuhan mengatakan ya ada, tetapi “hanya Tuhan yang tahu”. Maka membicarakan hari kiamat sama saja dengan membicarakan ketidaktahuan, itu adalah kesia-siaan. Dari pada membuang waktu sia-sia, ayo kita kerja, kerja, kerja. Begitu ajakan pak Jokowi, dan bapak itu betul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H