Bertanya ke mbah google tentang reputasi Pak Jokowi, ternyata kebanyakan akun yang ada membahas dan menonjolkan beberapa poin kegagalan. Bahkan beberapa situs menampilkan dengan detil catatan janji-janji kampanye pilpres dikomparasikan dengan kondisi sekarang, mereka membuat kesimpulan “Jokowi gagal”. Tentu saja banyak juga akun yang membeberkan fakta dan data sejumlah besar keberhasilan bapak Jokowi selama setengah periode menyandang orang number one di NKRI ini.
Lalu pendapat saya sendiri bagaimana?
Saya tidak masuk kelompok pemuja atau lovers buat siapapun kecuali ke satu orang, “putri mungil nan centil yang selalu menunggu jam berapa saya pulang dari mencari nafkah”. Maka metode penilaian saya cukup sederhana dan gamblang, melakukan komparasi terhadap semua presiden terdahulu.
‘1. Komparasi Terhadap Konstitusi
Jika penilaian dibuat berbasiskan visi-misi bangsa yang tercantum dengan sangat jelas di mukadimah UUD 45, baik sebelum maupun sesudah empat kali amandemen, maka sangat mudah menyimpulkan bahwa “sejak 17 – 08 – 1945, semua presiden RI gagal mewujudkan visi-misi seperti yang tercantum pada mukadimah tersebut di atas. “Kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia” belum terwujud, dan tidak akan pernah terwujud.
Bahwa “kesejahteraan untuk seluruh rakyat” itu tidak akan pernah terwujud, sangat mudah dibuktikan dan dilihat. Fakta bahwa di Negara yang paling makmur dan sejahtera sekalipun, selalu ada segelintir orang miskin. Berkaitan dengan meratanya tingkat kesejahteraan, belum pernah ada di dalam sejarah dunia sejak awal, sebuah Negara memiliki rasio gini bernilai nol.
‘2. Komparasi Terhadap Rezim Terdahulu
Sepuluh tahun rezim pemerintahan sebelum Jokowi, rakyat begitu terbuai dengan besaran subsidi yang digelontorkan pemerintah. Subsidi BBM, subsidi listrik, Raskin, dan BLT. Akumulasi besaran nilai seluruh subsidi begitu mencengangkan, dan memenjarakan pemerintah sehingga tidak berdaya melakukan pembangunan apapun. Jumlah total nilai subsidi, ditambah total nilai gaji birokrat, ditambah angsuran pokok dan bunga utang luar negeri, menghabiskan hampir seluruh APBN. Ruang fiskal untuk menggerakkan roda pembangunan menuju nol, maka Produk Domestik Bruto (PDB) harus digenjot melalui sektor konsumsi. Pertumbuhan ekonomi dihasilkan dari konsumsi, bukan dari produksi.
Cadangan terbukti batu bara milik kita entah di urutan keberapa, tetapi sepuluh tahun kita menjadi eksportir batu bara terbesar di dunia. Tambang batu bara itu bersifat ekstraktif, maka pasti merusak lingkungan. Kerusakan yang sudah mulai dirasakan dampaknya, kerusakan yang diwariskan untuk ditanggulangi rezim berikutnya.
‘3. Rezim Jokowi
Saya tidak begitu fokus terhadap Nawacita yang dijanjikan saat kampanye pilpres, tetapi saya menggaris bawahi sebaris kalimat sakti berikut, “pertumbuhan yang berbasis produksi”. Dalam pemahaman saya, frase “pertumbuhan berbasis produksi” menuntut perubahan paradigma pembangunan yang sangat radikal.