Menjadi rakyat Indonesia itu sangat menyesakkan. Setiap saat diterpa dengan ribuan kata-kata yang saling berkontradiksi, dan ribuan kata-kata fatamorgana. Rakyat Indonesia itu cenderung menuju kondisi linglung, makin hari makin bingung tentang makna kata.
Kini seluruh ruang dan waktu penuh dengan kata “Berjuang Untuk Rakyat, Rakyat Harus Menang, Berjuang Demi Kesejahteraan Rakyat”. Lima tahun lalu, ruang yang sama penuh dengan kata-kata yang sama. Sepuluh tahun lalu, kata-kata yang sama juga menyesaki ruang yang sama. Apakah kata itu bermakna?. Selama lima tahun terakhir, rakyat dibuat bingung oleh kalimat :”KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI”. Tetapi fakta berbicara sebaliknya.
Rakyat menjadi seperti seorang gadis korban perkosaan pria laknat. Ah, dia sih, kenapa memakai rok pendek. Kenapa pula gadis ini berjalan sendirian. Ah, jangan-jangan gadis itu menikmatinya. Jangan-jangan itu dilakukan atas dasar suka sama suka.
Pria laknat pemerkosa itu adalah para koruptor laknat binatang tengil dan biadab.
Mineral ditambang dan dikuras dengan menyingkirkan rakyat dari wilayah ruang hidupnya selama berabad-abad. Mencemari sungai dan udara, meninggalkan danau kubangan lumpur. Mata pencaharian rakyat sebagai nelayan menyusut habis karena tambang pasir besi di sungai dan di laut. Hutan ulayat hak rakyat dirampas dengan bantuan moncong senjata. Semua itu dapat berlangsung melalui selembar surat ijin yang diterbitkan atas dasar persekongkolan najis, korupsi. Korbannya rakyat.
Di tempat penampungan, para pengungsi kedinginan, kekurangan makanan dan kekurangan air bersih. Semua karena perbuatan najis, dana sosial dikorupsi para bangsat-bangsat. Korbannya rakyat.
Lalu para pejabat menyalahkan rakyat. Rakyat terlalu permisif terhadap pelaku korupsi, rakyat mudah disogok agar memilih caleg bermasalah, tidak ada sanksi sosial dari masyarakat terhadap pelaku korupsi, bahkan masyarakat mengagungkan koruptor karena memberikan banyak bantuan dana tunai. Dan lain-lain dalih yang masih sangat banyak, dan pada intinya menyalahkan rakyat tepat seperti menyalahkan gadis yang diperkosa tadi.
“Society has the criminals it deserves”, Masyarakatlah yang menghasilkan para penjahat/koruptor itu. Astagafirullahh …………
Kalau saya mengatakan begini, jiwa korupsi itu sudah ada di dalam gen keturunan nenek moyang koruptor, hanya menunggu saat yang tepat untuk menyembul dan meledak. Gen-K (ini gen jenis terbaru, gen-korupsi) itu diwariskan turun-temurun dan terus-menerus. Jadi salah satu cara membasmi koruptor adalah dengan memutus rantai kesinambungan gen-K. Hal itu dapat dilakukan melalui mutasi. Koruptor dipenjarakan di tempat terisolasi, dan secara tetap disinari dengan sinar radioaktip untuk membunuh gen-k yang tersimpan di dalam sel-sel tubuhnya.
Memang ada kemungkinan paparan radioaktip itu menyebabkan koruptor bermutasi menjadi babi, tetapi menjadi babi masih lebih baik dibandingkan tetap sebagai tubuh manusia dengan gen-k tetap ada di dalam sel tubuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H