Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa DPR butuh Pewangi, Siapa yang Cocok Jadi Politikus (?)

20 April 2015   10:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:53 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika pada masa kanak-kanak, papa – mama selalu mengajarkan engkau tentang kesetaraan hak-kewajiban dalam hidup, opa dan oma bahkan selalu memberikan contoh hidup tentang itu, meski contoh itu terlihat sederhana dan sepele, maka tentang keseimbangan hak-kewajiban itu mungkin akan menjadi jalan hidupmu (way of life) dan menyatu dengan aliran darah di semua nadimu, menyesap dalam ke tulang-tulangmu, dan mengendap di dalam hati dan nuranimu. Maka, saat dewasa dan matang, engkau tidak cocok memilih karir sebagai anggota DPR, di tingkat yang manapun itu.

Sebab salah satu syarat mutlak menjadi anggota DPR di semua tingkat adalah “kesadaran yang sangat tinggi tentang hak, buta tentang kewajiban”. Buktinya, DPR sekarang saban hari memikirkan hak-haknya yang tertulis atau dituliskan di UU, mereka juga yang menulis itu sih. Hak angket, hak interpelasi, hak mengajukan pendapat, hak uang muka mobil, dan hak lainnya, sebatas itu saja yang diributkan sekarang ini. Saat rapat membahas RUU untuk kepentingan rakyat maka ruang sidang DPR itu mendadak sepi sunyi senyap kosong melompong.

Jika pada masa kecilmu, papa-mama selalu mendidik dan mengajarkan kejujuran, “katakan apa adanya nak, walau itu menyebabkan engkau harus diberi sanksi”, kata mereka saban hari. Bahkan opa-oma memberikan contoh dengan tidak sungkan meminta maaf kepadamu yang masih kecil itu sebab mereka tidak menepati janjinya padamu, dan opa-omamu rela kau berikan hukuman atas pelanggaran terhadap janji itu. Itu membuat “kejujuran” menjadi falsafah dan landasan hidup dan perkembanganmu, “kejujuran” yang menyatu dengan semua sel-sel di tubuhmu. Maka saat dewasa dan matang, engkau tidak cocok memilih jalan hidup sebagai politikus, apalagi menjadi pengurus teras Parpol.

Syarat mutlak menjadi politikus sukses adalah “kemunafikan berderajat ultra”, dan menjadi pengurus teras parpol itu haruslah “tidak menjadi diri sendiri, tetapi menjadi diri seperti apa yang diinginkan ketum”. Kemampuan untuk berbicara panjang-lebar tetapi tidak berisi apapun yang berguna adalah syarat mutlak. Bahkan kau harus mampu dan ngotot mengatakan bahwa jambu itu berwarna hitam, karena begitulah kata ketum. Meski kau sendiri melihat bahwa jambu itu merah.

Buktinya dapat kau kumpulkan melalui TV, koran, atau dari medsos. Mulut orang yang baru saja makan 3 tandan petai atau segepok jengkol, masih jauh lebih wangi dari mulut para politikus. Keringat mereka saja bau apek dan bau busuk. Itu pula sebabnya gedung DPR membutuhkan anggaran pewangi senilai 2,3 miliar rupiah, mereka semua bau.

Politikus harus mampu gilang gemilang mengatakan “dinasti” adalah “demokrasi”, “tirani” adalah “demokrasi, “aklamasi” adalah demokrasi. Saat ketum mengangkat kerabat dan konconya menjadi pengurus teras partai, kau kader partai itu juga, maka yang harus kau katakan adalah begini: “itu adalah bukti nyata bahwa pengkaderan partai berjalan dengan baik”. Haluang …..

Kini saya maklum mengapa pak Harto pada jaman Orba menjadikan DPR hanya sebagai tukang stempel, dan mengapa Parpol hanya boleh dua saja (Golkar tidak disebut Parpol). Itu karena mulut-mulut yang bau dan hati yang busuk. Bayangkan kalau 500 orang di Senayan bersuara sekaligus, bisa jadi pak Harto di Istana pingsan karena tiupan aroma busuk.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun