Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Malapetaka Matematika

26 September 2014   02:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:30 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tentang tugas matematika kelas 2 SD yang menjadi kontroversi itu membuat saya bingung binti sedih. Yang membuat saya bingung itu adalah tanggapan sejumlah orang dewasa bahkan yang sudah bergelar professor. Bahwa 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 4 x 6 adalah jawaban yang salah, semestinya harus dijawab 6 x 4, adalah suatu keanehan dan keajaiban matematis. Itu karena di tingkat yang lebih lanjut nantinya siswa kelas 2 SD itu akan berhadapan dengan sifat komutatif perkalian bilangan dimana a x b = b x a. Jadi kesimpulan bahwa 4 x 6 tidak sama dengan 6 x 4 di kelas 2 SD adalah cara mempersiapkan siswa agar bingung di masa depan ketika mereka berhadapan dengan sifat komutatif perkalian bilangan.

Lantas sejumlah orang dewasa menjelaskan kenapa 4 x 6 tidak sama dengan 6 x 4. Itu dilakukan dengan cara bahwa 4 x 6 adalah 4 kali membaca enam lembar sementara 6 x 4 berarti 6 kali membaca 4 lembar, tentu benar jika kedua cara itu bisa menghasilkan kedalaman pengetahuan yang berbeda.

Tetapi justru disinilah letak kesalahan fatal dalam memberikan tanggapan. Siapa yang berhak menentukan bahwa begitulah terjemahan dari 4 x 6 atau terjemahan 6 x 4, dan dengan alasan apa seseorang merasa berhak menambahkan sesuatu ke bilangan tersebut?. Mengapa ada yang merasa berhak untuk menyimpulkan angka 4 itu menunjukkan jumlah lembar dan angka 6 itu menunjukkan frekuensi membaca, ayo jawab.

4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4, semua angka 4 di soal itu adalah bilangan murni. Lantas mengapa orang dewasa merasa berhak menambahkan batu bata ke soal itu sehingga menjadi 4 bata + 4 bata + 4 bata + 4 bata + 4 bata + 4 bata. Kalau begitu anak kelas 2 SD tadi juga berhak menambahkan sesuatu misalnya menjadi 4 bata + 4 jam + 4 rupiah + 4 gram + 4 derajat + 4  celcius, maka jawaban yang benar adalah tidak bisa dijumlahkan. Mungkin karena dia masih kelas 2 SD maka kita orang dewasa ini merasa kelas 2 SD tidak berhak melakukan itu?.

Menyimpulkan bahwa 4 x 6 tidak sama dengan 6 x 4 memberikan dampak matematis yang sangat jauh dan juga fatal. Makakita juga harus mengatakan bahwa  6 x 4 tidak sama dengan 3 x 8, maka 3 + 7 tidak sama dengan 7 + 3, 12 dibagi 3 tidak sama dengan 8 dibagi 2, dan banyak lagi. Bencana matematika.

Kurikulum 2013 mensyaratkan siswa harus taat asas. Tetapi semua alasan untuk yang digunakan untuk menjelaskan bahwa 4 x 6 tidak sama dengan 6 x 4 sama sekali tidak berkaitan dengan asas matematika. Justru asas komunikatif perkalian bilangan adalah a x b =  b x a.

Tadi malam saya bermimpi sedang mengawasi ujian matematika kelas 2 SD. Seorang siswa menjawab 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 = 3 x 8. Lantas saya panggil siswa itu dan menjelaskan bahwa jawabannya salah, lantas dia bingung. Saya jelaskan begini : kalau mengangkut 24 batu bata seperti pada soal di atas, maka maksudnya adalah ada 6 orang dan tiap orang mengangkut 4 bata.

Tetapi pak saya ingin menghemat biaya, maka yang saya gaji hanya tiga orang sehingga tiap orang mengangkut 8 bata. Jadi saya akan membayar gaji yang lebih murah, ya kan?.

Serta merta saya berikan nilai seratus plus, disertai tepuk tangan dan pelukan hangat.

Tujuan dari mempelajari matematika adalah untuk mengasah kreatifitas, bukan untuk memenjarakan.

Namun demikian, sebenarnya saya sok tahu saja

Yang membuat sedih adalah bahwa pada saat yang sama saya baca di Koran tempo bahwa India sedang merencanakan untuk mengirimkan wahana antariksa mereka ke planet Mars, itu saat disini masih ribut tentang penjumlahan bilangan. Wah, bangsaku tertinggal terlalu jauh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun