Betul bahwa radikalisme itu adalah ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan NKRI, narkoba juga begitu. Harus ada sesuatu yang dilakukan untuk menangkal dan mencegah paham radikalisme berkembang dan berbiak, begitu juga harus ada aksi menyeluruh untuk membinasakan bandar narkoba beserta jejaringnya.
Tetapi ada ancaman tersembunyi terhadap NKRI, the silent killer, dan karena tersembunyi membuat kita tidak waspada. Seperti kanker, orang sadar setelah mencapai tahap stadium 3, saat itu sudah sangat sedikit pilihan yang tersedia untuk melakukan terapi.
Ancaman the silent killer itu adalah berupa “kerusakan paradigma” pada penyelenggara Negara dan pada khalayak umum.
Contoh pertama adalah tentang UN on-line. Ini adalah program yang bersumber dari paradigma bahwa Indonesia itu adalah “Jakarta” dan hanya Jakarta. Yang menjadi the silent killer itu bukan UN-nya tetapi paradigma dari orang yang mencetuskannya. Tingkat elektrifikasi nasional belumlah memadai, begitu juga jangkauan atau jaringan internet.
UPS itu sendiri tidak menjadi ancaman terhadap Negara, tetapi “paradigma” dari orang-orang yang dibelakangnya, dan karena posisinya, adalah paradigma yang sangat berbahaya dan sangat mengancam keutuhan NKRI. Tidak ada kebutuhan mendesak akan UPS,ya kok itu menjadi skala prioritas di antara gedung-gedung sekolah yang menuju ambruk, atau pembangunan gedung sekolah yang mangkrak.
Buku yang berisi ajaran radikalisme beredar, itu memang sangat berbahaya. Tetapi jauh lebih berbahaya adalah “paradigma” pihak yang berwenang terhadap terbitnya buku itu. “Itu hanya kekurangtelitian saat proses editing”, hanya sekedar kekurangtelitian katanya. Kalimat “yang tidak menyembah Allah boleh dibunuh” hanya dilihat sekedar kurang teliti pada saat editing, pikiran seperti itulah yang justru amat sangat mengancam keutuhan NKRI. Tetapi ya … astagaaaaaa
Mengapa Tony Abot begitu gencar hendak menyelamatkan warga Negara Australia yang divonis hukuman mati? Itu sama sekali tidak berkaitan dengan sisi kemanusiaan, sebab lihatlah apakah tindakan mengusir kembali ke laut lepas para pengungsi adalah tindakan kemanusiaan?.
Proyek subversi, bertujuan untuk menghancurkan anak-anak muda Indonesia melalui narkoba, proyek itu kini terganggu oleh vonis mati. Narkoba telah menjadi salah satu alat subversi yang bertujuan agar di masa depan bangsa ini tidak memiliki generasi tangguh selain generasi pecandu, dan sungguh sayang bangsa ini tidak menyadarinya.
Proyek menghancurkan anak-anak Indonesia, anak-anak masa depan Indonesia, juga berlangsung perlahan melalui makanan. Sayangnya tidak ada aparat pemerintah yang berpikir seperti itu. Kikil yang direndam formalin, oleh pemerintah dilihat hanya sekedar perbuatan nakal untuk mencari untung. Jajanan sirup memakai pewarna pakaian yang dijual ke kelas SD hanya sekedar perbuatan nakal. Bakso yang berulang-ulang diawetkan dengan borax hanya dianggap sekedar kenakalan saja.
Sesungguhnya semua itu adalah elemen dari jaringan raksasa subversi terhadap masa depan bangsa ini, tetapi pemerintah tidak sadar, dan mungkin sampai kapanpun tidak akan pernah sadar.
Dibanding ISIS, paradigma para penyelenggara Negara akan lebih cepat meruntuhkan NKRI.
Lihatlah, enam bulan sudah sejak dilantik, mereka hanya ribut-ribut membagi kekuasaan, sementara gaji jalan terus.
PARADIGMA KAMPRET
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H