Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ilmu yang Segera Mati

8 April 2017   14:02 Diperbarui: 8 April 2017   21:30 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Struktur tulisan ini rada-rada aneh sebab saya mulai dari sebuah kesimpulan, lalu mencari uraian tentang alasannya.

1. Kesimpulan : Ilmu pengetahuan bisa mati.

Kematian ilmu pengetahuan bukan disebabkan ketidakmampuan manusia mencari jawaban, tetapi justru disebabkan keterbatasan manusia untuk “mengajukan pertanyaan”. Sebuah “pertanyaan” adalah pintu masuk menuju penelusuran “jawaban”.

Apakah ilmu pengetahuan memiliki batas?. Beberapa kali para ilmuwan fisika menyampaikan testamen berani dan nekad, bahwa tidak ada lagi yang perlu dipelajari selain hanya mengisi catatan kaki, sebab semua sudah diungkap atau terungkap, manusia sudah mengetahui semuanya. Tetapi testamen yang berani dan nekad itu, langsung runtuh seketika, dan yang memalukan para ilmuwan adalah bahwa hal yang meruntuhkan testamen mereka adalah hal sepele, radiasi dari segelas kopi hangat di atas meja. Betapa memalukan ……bangunan fisika klasik yang dibangun dengan kerja keras dan cucuran keringat oleh sejumlah manusia berkompetensi tidak diragukan, runtuh oleh radiasi segelas kopi hangat.

Segelas kopi hangat menjadi peringatan keras ke ilmuwan, ke semua umat manusia secara keseluruhan, agar jangan memandang remeh hal yang sederhana, agar jangan takabur menganggap diri sempurna, kesombongan bisa diruntuhkan oleh hal-hal yang terlihat sepela, dan hampir selalu begitu adanya.

2. Uraian : Tentang Fisika Partikel

Fisika partikel, cabang ilmu fisika yang mengkhususkan pada kajian partikel renik sub-atomik, saya sebut partikel hantu, sebab tidak terlihat tapi terasa dampaknya. Sejak lahir, kajian teoritis cabang ilmu fisika ini bertumbuh terlalu pesat, dengan kecepatan pertumbuhan jauh melebihi kecepatan pertumbuhan ekonomi dunia, dan jauh melebihi kecepatan pertumbuhan teknologi manusia.

Kajian teoritis fisika partikel tiba pada kesimpulan tentang keberadaan sebuah partikel, namanya partikel Higgins, ilmuwan sering menamainya “partikel Tuhan”. Tetapi hanya untuk sekedar membuktikan keberadaan partikel Higgins ini, diperlukan sebuah akselerator raksasa yang menelan biaya, astaga, sebesar 8 miliar dolar AS. Biaya itu hanya untuk sekedar menjawab pertanyaan, betulkah partikel Higgins itu ada? …. Boros sekali. Hasilnya, kongres AS menyunat habis anggaran biaya pembangunan akselerator “Super Collider”. Para pembayar pajak di AS tidak rela uang mereka dihabiskan untuk itu, begitu alasan Kongres AS, dan itu masuk akal.

Kajian teoritis partikel energi super tinggi pada level TMev (Tera Mega Elektron Volt) dapat diuji kesahihannya jika manusia memiliki pengetahuan teknologis dan kemampuan finansial untuk membangun akselerator partikel berukuran, anda pasti bingung, seukuran Tata Surya. Dan tampaknya hal itu tidak mungkin. Terutama ditengah-tengah kemiskinan akut di banyak pelosok bumi, siapa yang bersedia membiayai akselerator seperti itu?

Kematian fisika partikel, adalah justru karena dia bertumbuh terlalu cepat. Kasihan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun