Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hukuman Fisik, Saya Setuju

13 Agustus 2016   13:14 Diperbarui: 13 Agustus 2016   13:22 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendidikan dilaksanakan dengan tegas” berbeda dengan “pendidikan dilaksanakan dengan keras”. Ketegasan berbeda makna sangat jauh dari kekerasan.

“Hukuman” adalah bagian dari pendidikan, tetapi “hukum yang tegas” jauh berbeda makna dengan “hukuman yang keras”. Kita, atau sebagian dari kita, tampaknya mempersamakan makna tegas dengan keras.

Salah satu bentuk hukuman adalah hukuman fisik, jika hukuman fisik itu merupakan bagian dari pendidikan tentu tidak masalah. Hukuman fisik menjadi masalah jika dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh rasa benci dan amarah. Bagi saya hukuman berupa disetrap oleh guru karena datang terlambat adalah bagian dari rasa saying guru ke saya. Itu karena guru tersebut ingin agar saya paham betapa waktu adalah barang mahal.

Bukankah cinta-kasih Tuhan sering ditunjukkan melalui penderitaan?. Orang yang kehausan adalah orang yang paling mengerti harga dari setetes air, orang yang kelaparan adalah orang yang mengerti nilai dari sekepal nasi.

Sewaktu duduk di kelas SMP, saya beserta gerombolan geng di sekolah dipanggil ke depan sewaktu upacara bendera hari Senin, itu karena gerombolan kami bolos pada jam pelajaran terakhir di hari Jumat sebelumnya. Padahal kami bolos dan pergi bermain sepakbola adalah karena guru jam pelajaran terakhir berhalangan karena sakit.

Di depan semua siswa kesalahan kami diumumkan, dan wakil kepsek menyuruh kami berdiri berderet. Plak, plak, plak, penggaris kayu mendarat di setiap betis meninggalkan bekas merah. Kalau kau ingat rasa sakit dibetismu, maka ingatlah rasa sakit itu tidak seberapa dibanding dengan rasa sakit yang kau alami nanti, jika kau sering membuang-buang waktu belajarmu dengan bolos. Begitu kata wakil kepsek sambil melibas betis. Kini, saya berterimakasih ke wakil kepsek yang melibas betis itu.

Hukuman dapat menjadi salah satu cara untuk membuat siswa memahami bahwa “setiap aksi akan menghasilkan reaksi balik, setiap tindakan menghasilkan konsekuensi”.

Hukuman juga dapat menjadi alat untuk memberikan pengertian bahwa “setiap hak harus dibarengi kewajiban yang setara”. Hak untuk mendengar musik keras dibatasi oleh kewajiban untuk menjaga ketenangan lingkungan.

Ada UU perlindungan hak anak (siswa), ada organisasi perlindungan hak anak (siswa), mengapa tak ada UU tentang kewajiban anak (siswa), mengapa tidak ada organisasi penegakan kewajiban anak (siswa)?.

Kalau anak berhak memperoleh pendidikan yang baik, tentu dia berkewajiban untuk belajar dengan balik. Lantas, bagaimana jika siswa tidak mengerjakan tugas, datang ke sekolah tidak membawa buku pelajaran yang sesuai jadwal, tentu harus ada konsekuensi yang ditanggungnya, konsekuensi yang dapat membuat siswa lebih memahami bahwa ada kewajiban belajar yang disematkan di pundaknya. Hukuman bisa berupa nasehat, atau hukuman fisik dengan porsi yang tepat.

Di masa depan, siswa yang sekarang duduk di bangku sekolah SD, SMP, dan SMA, akan menghadapi persaingan global yang keras dan kejam. Mereka butuh daya tahan fisik, dan daya juang yang tangguh, itu dua syarat minimal. Kapan kedua syarat minimal itu ditanamkan ke mereka?, ya mulai sekarang, dalam porsi yang sesuai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun