Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dua Tahun Jokowi di Mata Saya

22 Oktober 2016   19:06 Diperbarui: 22 Oktober 2016   19:09 1111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya bukan grup penggemar berat pak Jokowi (lovers), bukan pula grup haters. Saya menempatkan diri sebagai grup “non blok”. Posisi non blok lebih menguntungkan, posisi itu membuat rasio lebih berfungsi saat melihat sesuatu.

Pada awalnya saya melihat dari satu sisi, pak Jokowi berpenampilan sederhana. Lihat caranya berpakaian, terutama lihat caranya berbicara yang lebih sering memasukkan bahasa Jawa dibanding bahasa Inggris ke dalam kalimat-kalimatnya. Bagi banyak orang itu kurang intelek, bagi saya itu sangat keren, keren abis kata ABG masa kini. Menurut kabar, pola makan bapak ini juga rada-rada aneh untuk ukuran sekelas presiden, penggemar tempe. Tapi buat ahli gizi, pola makan itu sangat baik, tempe mengandung protein tinggi rendah lemak, protein nabati lagi. Mungkin itu sebabnya setelah dua tahun menjabat bapak ini tetap terlihat kurus dan langsing, mungkin juga six-pack. Pada hal tubuh presiden-presiden sebelumnya langsung melar tak karuan.

Kini saya lihat, cara berpikir bapak ini juga sederhana, tetapi kesederhanaan yang menuntut keberanian tinggi, bahkan mungkin kadang nekad. Menghapus subsidi adalah tindakan yang bersumber dari pikiran sederhana saja, subsidi dinikmati orang kaya. Karena itu menghapus subsidi sama saja dengan menempatkan orang kaya menjadi musuh politik, itu tindakan yang sangat berani atau bahkan nekad, sebuah tindakan yang tidak memperdulikan popularitas.

Sejak merdeka, pembangunan berjalan pertama sangat Jawa Sentris, kedua wilayah barat sentris. Jalan-jalan di Jawa hot-mix semua bahkan sampai ke desa-desa, sementara banyak daerah di luar Jawa terisolasi hanya karena ketiadaan jalan penghubung. Begitu banyak jembatan tanpa sungai (jalan layang) di Jawa, begitu banyak sungai tanpa jembatan di luar Jawa. Ribuan kilometer jalan tol di Jawa, bahkan jalan tanahpun belum tentu ada di banyak daerah lain. 

Jakarta sudah sampai harus mereklamasi laut menjadi darat karena sudah kekurangan daratan, pada saat yang sama sekolah dasar di Papua harus menumpang ke kandang sapi.  Mengubah orientasi pembangunan dari Jawa sentris menjadi “membangun dari pinggiran” bersumber dari cara berpikir sederhana yaitu keutuhan wilayah NKRI, tetapi memerlukan keberanian tingkat tinggi. Resistensi pasti muncul dari daerah yang selama ini selalu menjadi pusat perhatian dan pusat pembangunan.

Beberapa saat yang lalu, banyak tulisan yang memberi stigma sebagai presiden recehan karena pak Jokowi turun tangan langsung memberantas pungli-pungli berkelas jutaan rupiah. Tetapi kalau dipikirkan secara jernih, nilai pungli di seluruh kantor di seluruh wilayah di Indonesia ternyata bisa melebihi nilai BLBI, sementara nilai BLBI itu mencapai 600 triliun rupiah. Hitung berapa juta rupiah pungli setiap hari hanya di satu kantor Samsat saja, kalikan itu dengan berapa puluh ribu kantor samsat di seluruh Indonesia. Itu baru kantor samsat, bagaimana pungli di kantor pajak, kantor pendidikan, kantor urusan agama, kantor pengadilan, dan kantor-kantor lain di seluruh indonesia. 

Kemungkinan nilai total pungli itu bisa melebihi APBN setahun. Lagi pula memberantas pungli sama saja dengan mengubah kebiasaan, mengubah kebiasaan itu sangat sulit. Urusan pungli itu jauh lebih besar dan lebih rumit dari apa yang selama ini diurusi KPK. Dampak dari pemberantasan pungli ini jauh lebih besar dari dampak pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK. Ide sederhana, berasal dari pikiran yang sederhana, berdampak sangat luas jika sukses dilakukan. Kalau pungli benar-benar bisa dibasmi, produktifitas nasional naik menjadi dua kali. Bertambah-tambahlah kesederhanaan bapak ini di mata saya.

Cara yang sederhana juga digunakan untuk menjawab tuduhan negatif. Tur pak SBY cukup dijawab dengan kunjungan ke Hambalang, tanpa secuil kata yang menyinggung mantan presiden SBY, counter attack berhasil gemilang, pihak Cikeas terdiam seribu bahasa.

Berdasawarsa-dasawarsa diusahakan peningkatan peran pajak, iklan-iklan taat pajak berbiaya mahal ditayangkan berulang-ulang, tak terlihat hasilnya. Dengan cara sederhana, melalui pengampunan pajak, pak Jokowi mendapatkan dua hal penting. Sejumlah sekian triliun uang dari pajak masa lalu yang tertunda, dan sejumlah nama baru yang menjadi wajib pajak di tahun-tahun berikutnya. Kedua hal ini tidak pernah bisa dilakukan presiden-presiden sebelumnya.

Dua tahun menjadi presiden, tidak terlihat oleh saya usaha untuk membangun dinasti keluarga. Hal yang sangat membedakan pak Jokowi dengan semua presiden sebelumnya. Menjadi Presiden tampaknya hanya mengubah jenis pekerjaan dan mengubah kantor tempat bekerja, tidak mengubah kehidupan keluarga bapak ini.

Jangan anggap remeh pada hal-hal yang terlihat sederhana, melakukan yang sederhana itu ternyata butuh nyali besar. Itulah pesan dalam diam yang saya tangkap dari cara pak Jokowi bekerja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun