Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bohong : 1 Triliun Akan Mengurangi Korupsi

13 Maret 2015   20:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:42 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika setiap Parpol diberikan dana operasional satu triliun rupiah per tahun, apakah korupsi akan surut?. SAMA SEKALI TIDAK. Mengapa tidak?

Mengatakan bahwa korupsi terjadi karena biaya politik yang tinggi sangat salah kaprah. Di Negara manapun biaya politik pasti tinggi, tetapi tingkat korupsi bisa berbeda-beda. Mengatakan bahwa korupsi terjadi karena biaya politik tinggi hanyalah dalih, kemunafikan dan ketidakmampuan untuk mengakui bahwa korupsi itu murni karena “KETAMAKAN” di dalam diri.

Pada harian KOMPAS pernah ada berita seorang pemulung kere menemukan segepok uang (ratusa juta rupiah) di dalam kantong plastik di tempat sampah. Karena merasa bukan miliknya, uang itu diserahkan ke polisi (selanjutnya berita tentang uang itu berhenti sampai di sini saja). Semua politikus pasti tidak memiliki kemampuan memahami peristiwa ini. Semua politikus pasti mengatakan itu tindakan bodoh. Kualitas moral politikus tidak bisa menjangkau kemuliaan seperti yang dilakukan pemulung kere itu.

Orang-orang korupsi bukan karena kekurangan uang, bukan pula untuk mencukupi kebutuhan harian. Tampaknya kondisinya adalah makin banyak uang maka makin bernafsu untuk korupsi. Lihat dan telisiklah, apakah orang-orang yang sudah dijebloskan ke penjara karena kasus korupsi itu adalah kelompok orang yang kekurangan biaya hidup? ….. sama sekali tidak. Mereka bahkan memiliki kemampuan hidup mewah jauh sebelum melakukan tindakan korupsi.

Atau mereka korupsi bukan untuk diri sendiri tetapi untuk keperluan operasional Partai?, taruhan sebulan gaji, semua parpol pasti melantunkan koor “tidaaaakkkk”, dengan nada yang fals.

Korupsi itu murni tentang nafsu bejad, murni tentang syahwat sesat, murni tentang gen sesat yang berasal dari perselingkuhan dengan setan atau iblis. Satu-satunya cara memusnahkan gen adalah memusnahkan tubuh yang membawa gen itu, GANTUNG KORUPTOR.

Sekarang perhatikanlah, mengapa orang berlomba-lomba mencalonkan diri menjadi kepala daerah, sementara mereka sudah mengetahui bahwa gaji kepala daerah hanya sekian, dan untuk memenangkan persaingan dibutuhkan uang yang banyak yang tidak bakalan cukup kalau dikumpulkan dari gaji, tetapi mereka bernafsu sekali ikut pilkada?. Jelas bukan gaji yang mereka harapkan, tetapi peluang mencakar uang Negara sebanyak yang bisa digaruk, pasti sebanyak-banyaknya. Dari sejak awal ya niatnya memang begitu. Alasan “karena ingin mengabdi ke Negara” adalah kemunafikan maha munafikkkkk.

Subsidi satu triliun rupiah, atau kalau mau sedikit gila, subsidi 10 triliun rupiah, maka bersenang-senanglah semua politikus. Ketum Parpol pasti menjadi raja di raja yang menempatkan semua keturunannya mulai dari anak, menantu, cucu, cicit, selingkuhan, semuanya menjadi pengurus teras parpol. Kalau anda mau ikut di perahu, wani piro?

Politikus akan sangat senang sekali. Dulu harus ada modal sekian miliar, kini terbuka kesempatan menggaruk uang Negara tanpa modal. Alhamdulilah.

Korupsi tetap pasti akan mewabah, bahkan makin besar nilai dan kuantitasnya. PASTI BEGITU.

Dan yang pasti terjadi juga, orang-orang akan berlomba mendirikan Partai. Duit setriliun terlalu menggoda untuk didiamkan. Maka pada tahun 2019, negeri ini akan dihuni 1001 Parpol, semua hendak berkuasa.

TINGGALLAH RAKYAT TETAP MENDERITA MENONTON SIRKUS-SIRKUS POLITIKUS.  Benar-benar tikus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun