Terimakasih kepada tim riset dari UGM yang berhasil mengembangkan "GENOSE". Selain harga yang sangat terjangkau, kecepatan hasil yang menakjubkan, terpenting adalah akurasinya yang setara dengan metode lain, sedangkan metode lain itu harganya sangat mencekik leher.
Jika hingga kini genose belum dimanfaatkan secara luas, tetapi baru digunakan pada wilayah yang sangat terbatas yang tujuannya hanya agar ada yang diberitakan, itu bukan lagi domain para periset di UGM, itu domainnya pemerintah. Anda semua, para periset UGM, layak mendapat bintang.
Dari penjelasan cara kerja genose (prinsip yang mudah dipahami), hasil negatif bisa berlaku 3 hari, harga pemeriksaan yang sangat terjangkau dan tidak perlu ditunggu berjam-jam, maka logika yang sehat dan normal akan menyimpulkan bahwa genose sangat layak digunakan menjadi alat perunut (tracing) yang sangat andal, mudah diterapkan secara massal, bahkan menjangkau sampai ke tingkat RT. Setengah jam sebelum pemeriksaan jangan makan jengkol, petai, duren dan jangan merokok, tarik nafasmu melalui hidung lalu hembuskan ke melalui mulut ke dalam kantong, serahkan kantongnya dan hasilnya tunggu 3 menit. Bayar hanya 20000 rupiah. Murah,dan mudah.
Tetapi logika ternyata tidak selalu sehat dan tidak selalu normal. Keuntungan bisnis bisa membelokkan segalanya. Genose di empat Stasiun dan tiga bandara menunjukkan ketidakseriusan menerapkan manfaat genose untuk melakukan perunutan skala nasional.
Mengapa begitu? ... jelas saya tidak tahu. Tetapi belakangan ada sesuatu yang membuat keheranan melanda otak dan pikiranku, sampai teraduk-aduk membuat pusing.
Komisi VII DPR menyampaikan protes karena harga pemeriksaan dengan genose hendak dinaikkan dari duapuluh ribu rupiah menjadi tigapuluh ribu rupiah. Menurut Komisi VII tersebut, harga itu membebani masyarakat. Lantas apa yang membuat heran?, bukankah protes seperti itu betul dan mencerminkan kepedulian pada masyarakat?..... bah, kepedulian?
Jika genose yang tigapulu ribu rupiah disebut membebani masyarakat, lalu harga swab PCR yang sejuta rupiah, rapid antigen yang setengah juta rupiah, rapid antibody yang duaratus ribu rupiah disebut apa? .... mencekik masyarakat? Tapi kok tidak pernah ada suara protes kecuali dari masyarakat itu sendiri.
Mungkinkah COVID-19 ini tidak hanya pandemi?, apakah didalamnya ada bisnis, keuntungan finansial dan politik? ..... semoga tidak begitu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H