Bagi kita manusia normal, mata kita hanya mampu melihat peristiwa ketika mentari sedang benderang, artinya hanya di separuh hari. Tuhan menciptakan seperti itu sebenarnya adalah baik, agar di separuh hari yang tersisa kita melihat dengan hati, melihat ke dalam diri, dan lalu bertanya apakah di setengah hari saat mentari bersinar aku bertumbuh di dalam iman yang penuh kasih?
Kasih adalah landasan kekristenan, dan "mengasihi" adalah kata kerja yang sulit, dan karena itu pilihan menjadi Kristen adalah pilihan yang sulit, di manapun di pojok bumi ini pilihan itu anda pilih. Cobaan terhadap iman kekristenan justru akan lebih besar, lebih samar, lebih sumir, ketika anda menjadi Kristen di wilayah yang mayoritas Kristen.
Ketika menjadi minoritas, cobaan yang anda hadapi sangat mudah terlihat. Rumah ibadahmu dirubuhkan (ya dirikan lagi), acara ibadahmu dibubarkan (pindah tempat), atau kau dilarang beribadah (beribadahlah dalam hatimu dengan mulut yang membisu tetapi dengan hati yang benderang), ibadah natal tidak boleh (tutup pintu kamarmu, matikan lampu, dalam ruang yang gelap itulah lahir sang juru selamat di hatimu)
Pohon kasih itu selalu berbuah kebaikan, tidak ada pilihan untuk mati demi Tuhan, tetapi yang ada adalah kewajiban untuk hidup di jalan Tuhan. Â Hidup di jalan Tuhan adalah pilihan sulit, sebab lebih banyak manusia yang memilih mati untuk Tuhan.
Begitulah, Aksi terror yang dilakukan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di kabupaten Sigi, Kecamatan Palolo, desa Lembantongoa, dusun Lewonu, Â Sulawesi Tengah. Membakar Pos Pelayanan Gereja Bala Keselamatan dan membakar enam rumah, membunuh empat warga dengan tingkat kesadisan yang sulit diterima.
Saya percaya setiap orang beriman, entah menganut agama yang mana, pasti berduka dan pilu hati, isak tangis yang takterungkapkan, kepedihan yang sangat menusuk, terutama kesedihan yang dalam karena saya tidak berdaya melakukan apapun.
Saya hanya mampu mengucapkan dari kejauhan, turut berduka cita, ucapan yang tidak akan pernah engkau dengar. Saya hanya mampu melantunkan sebaris kidung hiburan, kidung yang tidak akan pernah kau dengar. Saya hanya mampu memanjatkan doa, doa yang tidak akan pernah kau dengar dan kaupun tidak akan ikut mengucapkan "amin".
Tetapi saudara, kalian yang telah menjadi korban kebiadaban, kalian meninggalkan sebuah pelajaran yang amat berharga, sebuah pelajaran yang kalian sampaikan lewat darahmu yang ditumpahkan membasuh bumi, kepalamu yang dipenggal dengan biadab, tubuhmu yang dibakar dengan sadis.
Bahwa kami yang masih hidup ini masih harus berjuang lebih keras dari sebelumnya, kami harus lebih giat memupuk agar pohon kasih tumbuh lebih subur, agar pohon kasih itu dapat menjadi tempat berteduh semua umat, memberikan buah-buah kebaikan yang mengenyangkan iman semua manusia. Semua manusia, apapun agamanya, bahkan jikapun tidak beragama. Sebab "KASIH" adalah universal.
Kami percaya, bahwa kalian yang rumahnya dibakar, yang darahnya ditumpahkan, yang kepalanya dipenggal, telah dengan tulus memaafkan orang yang membakar tubuhmu, memaafkan dengan tulus orang yang menumpahkan darahmu, memaafkan dengan tulus orang yang memenggal kepalamu. Tetapi kami yang masih hidup ini kesulitan untuk melakukan apa yang telah kalian lakukan dengan iklas. Maafkan kami saudaraku karena pohon kasih di dalam hati kami belum rindang untuk tempat berteduh, belum berbuah untuk mengenyangkan iman.
Kami yang hidup ini masih mengutuk, mencaci, memaki, dan bahkan memendam dendam, sedangkan kalian sudah memaafkan. Di dalam deraian air mata kami ucapkan SELAMAT JALAN MENUJU RUMAH BAPA DI SURGA.