Hasil pertama dari sebuah pesta adalah tumpukan sampah, rekening yang terkuras atau utang yang membengkak, dan rasa letih yang menggigit tulang-belulang. Ada kekecualian, yaitu pesta kawin yang meski meletihkan tetapi juga menikmatkan semua saraf-saraf di tubuh. Walau persiapannya bisa lama, tetapi pada intinya pesta berlangsung sesaat. Lagi pula pesta tidak untuk menghasilkan pemenang dan pecundang, melulu hanya untuk perayaan.
Demokrasi, karena menyangkut kemaslahatan massal atau hajat hidup orang banyak, mestinya berlangsung terus menerus, kontinu, dan terutama konsisten. Demokrasi tidak boleh hanya sesaat, misalnya hanya saat pilkada, pileg, atau pilpres, tetapi setiap detik selama periode yang ditetapkan dengan UU. Idealnya, atau mungkin utopianya, demokrasi itu berlangsung di setiap tarikan dan setiap hembusan nafas, itulah nafas demokrasi.
Nah, menjadi aneh, dan juga berbahaya, kalau pilkada, pileg, atau pilpres kita sebut "pesta demokrasi". Pada frase itu terdapat potensi sesat pikir yang dapat menghasilkan kerusakan yang parah sekali.
Ketika hal itu aku tanyakan ke teman saya yang kader partai, dia jawab dengan yakin bahwa pilkada, pileg, dan pilpres memang layak disebut pesta. Sebabnya di situ ada keramaian, kegembiraan, kesenangan, dan perayaan. Itu adalah pesta perayaan untuk "kedaulatan rakyat" katanya.
Jadi maksudmu kawan, rakyat berdaulat hanya saat pilkada, pileg, atau pilpres?, selebihnya bukan rakyat yang berdaulat? Saya bertanya ke kawanku ini, dan dia bingung menjawab. Jika kedaulatan rakyat hanya saat pilkada, pileg, atau pilpres, artinya kedaulatan rakyat itu hanya sesaat, itu memang layak disebut pesta tetapi bukan demokrasi, jadi itu bukan pesta demokrasi, mungkin lebih pas kalau disebut pesta democrazy, pesta yang membodohi rakyat. Kawan ini tampak bingung.
Menyatukan kata pesta yang sifatnya sementara dengan kata demokrasi yang menuntut kontinuitas dan konsistensi, menjadi sebuah frase "pesta demokrasi", di mata saya itu adalah kesalahan, bahkan adalah kejahatan. Itu adalah konspirasi halus yang sangat jahat untuk membiaskan arah demokrasi yang sesungguhnya. Hanya saja, saya tidak tahu siapa yang berkonspirasi dengan apa.
Pesta itu untuk dinikmati lalu dilupakan. Tengok pesta sepak bola dunia yang kini kita nikmati dengan gegap gempita, lalu kita lupakan, sampai pesta berikutnya empat tahun kemudian. Usai pesta, tumpukan sampah (kulit kacang, botol minuman kemasan, abu di asbak rokok), tabungan yang berkurang (biaya nonton bersama plus makanan ringan), dan rasa letih (kurang tidur, pegal kebanyakan duduk), itulah yang pertama kita hadapi.
Tetapi mungkin buat kita, julukan pesta demokrasi pas untuk pilkada, pileg, dan pilpres. Pengalaman historis yang sangat panjang dan lama dapat menjelaskan kenapa julukan itu pas. Dalam jangka lama, masyarakat sudah paham betul, bahwa sedetik setelah mencoblos di bilik suara, mereka akan segera dilupakan. Hasil pertama dari pilkada, pileg, pilpres, adalah tumpukan sampah janji-janji kampanye, tumpukan utang janji-janji manis kampanye yang bahkan tidak diniatkan untuk diwujudkan, karena yang menang sibuk membayar utang ke sponsor, dan rasa letih karena habis-habisan membela yang didukung dan mati-matian memaki dan memfitnah pihak sebelah. Itu sangat mirip dengan pesta bukan?
Menyebut pilkada, pileg, pilpres dengan sebutan "pesta demokrasi" adalah kejahatan terhadap demokrasi. Menyebut itu sebagai "pesta demokrasi rakyat" adalah kejahatan yang lebih besar lagi. Pilkada, pileg, pilpres, itu hanya pesta bagi calon yang menang, kepiluan dan penderitaan menuju kegilaan bagi calon yang kalah dan menjadi kalap, menyisakan tumpukan sampah janji, rasa letih, dan perpecahan di masyarakat.
Jangan sebut pilkada, pileg, dan pilpres sebagai "pesta demokrasi", apalagi sebagai "pesta demokrasi rakyat", nanti aku akan melaporkanmu ke polisi dengan tuduhan "penipu dan penjahat demokrasi". "Pesta demokrasi" adalah frase yang jahat, konspirasi untuk membelokkan makna demokrasi yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H