Sudah sejak zaman Siti Nurbaya, jauh sebelum merdeka pada 1945, selalu dikatakan bahwa Pendidikan Karakter di masyarakat sangat penting, dan tetap seperti itu hingga kini, bahkan sampai nanti entah kapanpun. Karakter memang sangat penting.
Pada setiap rezim pemerintahan, hal yang persis sama pasti dikatakan, tetapi oleh orang yang berbeda. Mulai dari Presiden ke-1, sampai kini Presiden ke-7, frase Pendidikan Karakter itu sangat sering dibahas, diseminarkan, dirapatkan, dituliskan, diundangkan, dianggarkan, dikampanyekan, dipidatokan, disiarkan, sampai lupa mengimplementasikan.
Meski usia frase "Pendidikan Karakter" ternyata sudah sangat panjang, tetapi hasilnya tidaklah sepanjang usianya.
'1. Akhir Nasib dari Pendidikan Karakter
Sedikit bernostalgia. Pada jaman saya sekolah, dari tingkat SD sampai SMA, ada mata pelajaran Budi Pekerti, mata pelajaran Agama, mata pelajaran Pendidikan Moral. Ada jam pelajaran, buku pegangan, ujian harian, dan ujian semester.
Jika nilai mata pelajaran Budi Pekerti di rapor siswa A adalah 9, sementara di rapor siswa B hanya 7, bisakah kita simpulkan bahwa siswa A budi pekertinya lebih baik dari siswa B?. Jika nilai mata pelajaran Agama di rapor siswa A dalah 9, di rapor siswa B adalah 8, bisakah kita simpulkan siswa A lebih beriman dari siswa B?.Â
Jika nilai mata pelajaran Pendidikan Moral di rapor siswa A adalah 9, di rapor siswa B hanya 7, bolehkah kita menyimpulkan bahwa siswa A lebih bermoral dari siswa B? Jika boleh, lets go, lanjutkan. Jika tidak boleh, pendidikan Budi Pekerti, pendidikan Agama, pendidikan Moral di sekolah, ketiganya gagal total. Karena tidak seorangpun dari kita memahami apa arti nilai 9 yang tercatat di rapor siswa.
Seperti itulah yang terjadi selama ini, mungkin seterusnya juga akan tetap begitu. Itulah yang mungkin akan terjadi terhadap Pendidikan Karakter, pada akhirnya sekedar menambah beban mata pelajaran di sekolah. Saya khawatir, nasib akhir dari Pendidikan karakter ya seperti itu.
Ketika seorang anggota Parlemen menonton video mesum saat sidang paripurna, besar kemungkinan nilai mata pelajaran Budi Pekerti, mata pelajaran Agama, mata pelajaran Pendidikan Moral, di rapor orang itu pada jenjang SD sampai SMA adalah 9. Nilai di rapor lebih sering tidak berkorelasi dengan realitas harian.
'2. Pengetahuan dan Karakter
Nilai dari seekor sapi diukur dari berat tubuhnya dan tebalnya daging yang menempel di tulang-tulangnya. Nilai seorang manusia adalah dari pengetahuan dan karakternya. Pengetahuan tanpa karakter menjadikan manusia menjadi mahluk berbahaya, karakter tanpa pengetahuan membuat manusia tak berdaya dan  karena itu menjadi tak berguna. Pengetahuan tidak boleh terpisah dari karakter.