Kalau anda minta tolong ke mbah google untuk mentranslate kosa kata jalan tol dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris, mungkin hasilnya adalah highway. Jangan salahkan mbah google, sebab dia tidak pernah melewati jalan tol sehingga tidak mengetahui kondisi per-tolan di Indonesia. Mbah google tidak mengamati bahwa satu-satunya perbedaan antara jalan tol dan jalan umum adalah yang satu berbayar dan yang satu lagi gratis.
Bahkan teramat sering terjadi bahwa orang yang melintas di jalan tol yang sudah dibayar itu justru merasakan kemacetan lebih parah dibandingkan dengan kemacetan di jalan umum di sebelahnya.
1. Hak Konsumen
Apaan itu hak konsumen?, mungkin begitulah benak pengelola jalan tol, yang labirin otaknya hanya melulu tentang penghasilan tunai dan uang segar. Dari UU tentang jalan tol, mereka sangat konsisten terhadap dan tentang pasal kenaikan tarif yang boleh dilakukan setiap tahun untuk penyesuaian terhadap inflasi. Pasal lain, semisal tentang batas kecepatan minimum, mutu jalan, sterilisasi jalan, sama sekali tidak peduli. Prinsip pay and forget adalah realitas harian di jalan tol. Bayar, lalu rasakan dan nikmati, itu urusan sendiri.
Mereka, pengelola tol itu, menyebarkan baliho-baliho kebohongan di sepanjang tepian tol, baliho tentang kecepatan minimum 60 km/jam. Kampret, jangankan 60 km/jam, hanya bisa 10 cm/menit karena padat sekali dan macet total.
Pada hari Kamis 16 November 2017, saya pulang dari kantor di Rawamangun ke rumah di Jati Bening, berangkat pulang pada pukul 20.30 WIB, tiba di rumah pukul 01.30 WIB esok harinya, dan saya harus membayar total Rp 11.500 untuk kenikmatan selama tiga jam terpenjara di jalan tol ini. Dan, tiba-tiba saya dengar berita bahwa tarif akan naik. Kampret.
2. Sterilisasi Tol
"Truk dan Bus ambil jalur kiri, Jalur kanan hanya untuk kendaraan yang mendahului", Bohong besar itu, sebab semua melanggar itu. Tetapi tidak ada secuilpun usaha dari pengelola tol untuk menegakkan aturan seperti itu, biarkan asal sudah membayar, pay anda forget.
Ketika masuk tol dari pintu tol Halim Timur menuju tol Tanjung Priok, di situ sering terparkir truk container dari sejak malam hingga pagi. Saya duga mereka sengaja parkir di situ untuk mengatur waktu agar tidak terlalu cepat tiba di pelabuhan, menghemat biaya parkir di pelabuhan yang memang mahal.
Dari tol Halim menuju Tanjung Priok, saya sering menjumpai balok kayu yang melintang di jalan sangat membahayakan terutama kendaraan kecil seperti sedan. Jalan tol berlubang dan bergerundul tidak rata itu biasa, pengelola hanya mengingatkan agar berhati-hati, itu saja.
3. Penderitaan Konsumen