Buat para kompasianer dan penulis di medsos lain, tidak bisa dibantah bahwa Ahok telah menjadi sumber inspirasi tulisan yang tidak terbatas, begitu juga dengan semua hal yang berkaitan dengan pilgub DKI. Yang paling menggelikan adalah seolah-olah tahun 2017 nanti hanya ada satu pilkada, yaitu di DKI. Kami yang bukan warga DKI tentu saja tersinggung dan merasa diabaikan, terlebih merasa dilecehkan.Â
Tetapi kami maklum juga sih, karena kami tau bahwa Jakarta terlalu sesak oleh petualang-petualang politik, dan wajar jika kesesakan itu membuat mereka, para kucing garong politikus itu saling cakar mencakar. Wajah mereka pada bopeng semua. Jadi, lanjutkan.
Kembali ke Kompasiana. Begitu seksi Ahok itu di mata kompasianer, membuat para kompasianer sangat bersemangat memposting tulisan tentang Ahok atau tentang pilgub DKI, sampai menyebabkan jika diklik rubrik terpopuler, astaga hampir semua tulisan di rubrik itu membahas Ahok, Ahok lagi, lagi-lagi Ahok. Tulisan yang meninjau Ahok dari segala sisi, dari semua penjuru, tulisan dari haters dan tulisan dari lovers dapat berdampingan dalam damai. Ini hebat.
Yang membuat agak heran itu Ahmad Dhani. Meski sedang menghadapi tuduhan menghina presiden, tetapi tulisan tentang Ahmad Dhani jarang sekali, tidak menarik, dan tidak mengundang hasrat pembaca. Ahmad Dhani, dalam hal ini kalah jauh dari Ahok sebagai sumber inspirasi. Mengapa kompasianer menganak-tirikan Ahmad Dhani ini, saya kurang paham, kasihan sekali.
Begitu kuatnya bau tubuh Ahok ini, membuat pencarian saya di lapak Kompasiana tidak menemukan satupun tulisan yang mengulas tentang moratorium UN, sia-sialah semua energi dan waktuku. Bahkan bau tubuh Ahok yang begitu seksi ini menyebabkan peristiwa bom di gereja Samarinda tayang sepintas di Kompasiana, setelah itu kesunyian dan kesenyapan.Â
Jika tidak ada Ahok, peristiwa Samarinda pasti menjadi sumber tulisan yang sangat menggairahkan. Ahok lagi, Ahok lagi. Seakan tidak ada hal penting lain selain Ahok
Demo-demo  itupun, tanpa Ahok akan kehilangan daya tarik dan sepi penonton. Dan kini banyak yang mendadak menjadi tokoh terkenal laksana selebriti, itu gara-gara Ahok juga. Dan tiba-tiba begitu banyak orang sangat bergairah terhadap agama, juga gara-gara Ahok. Ahok lagi, Ahok lagi. Bah …..
Tulisan tentang SBY jika tidak dibumbui dengan Ahok akan terasa hambar, lebih menarik tulisan yang pada judulnya ada kata Ahok meski isi tulisan bukan tentang Ahok. Tampaknya Ahok lebih menarik dari SBY.
Kembali lagi ke Kompasiana. Hasrat dan nafsu kompasianer yang kelewat tinggi terhadap Ahok membuat saya sedikit khawatir, bagaimana nanti nasib lapak di Kompasiana ini saat Ahok sudah tidak lagi seksi karena hilang dari peredaran di orbit politik. Jika Ahok bersalin profesi menjadi penjual mi ayam, tentu hal itu tidak lagi seksi, meski mi ayam yang dijualnya itu sangat nikmat.Â
Meski begitu saya terhibur oleh suatu keyakinan bahwa kompasianer akan menemukan sesuatu yang yang lain yang sama-sama seksi. Kalau itu tidak ada, kompasianer pasti mampu me-make-up hal biasa bersalin rupa menjadi sangat seksi. Lanjutkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H