Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bumi Mengelilingi Matahari atau Matahari Kelilingi Bumi?

23 Oktober 2016   10:01 Diperbarui: 23 Oktober 2016   18:58 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bumi dari ruang angkasa.NASA

Di dalam sains, hal paling penting adalah tentang kegunaan, bukan tentang kebenaran. Selama sebuah dalil, atau hukum, atau aksioma, atau postulat berguna maka itu diterima, dan jika tidak berguna maka dicampakkan. Jadi sebenarnya kurang tepat menyimpulkan bahwa “sains mengungkap kebenaran”.

Misalnya, dahulu kala pendapat bahwa bumi merupakan cakram datar diterima sebagian orang karena bisa menjelaskan mengapa bayangan bumi terlihat bulat saat terjadi gerhana bulan. Tetapi, bumi berbentuk cakram datar tidak bisa menjelaskan banyak hal lainnya, seperti mengapa langit terlihat melengkung, mengapa kapal laut di kejauhan yang tampak pertama-tama hanya asapnya, lalu tiang layarnya, kemudian seluruh kapal.

Tentang geosentris dari Ptolemeus, bumi menjadi pusat semesta, dilihat dari sudut sains itu tidak salah. Lalu heliosentris dari Nicholaus Copernicus bahwa matahari yang menjadi pusat, itu juga tidak salah. Geosentris menjadi hal yang diterima selama ribuan tahun semata-mata karena paling cocok dengan intuisi dan pengalaman manusia sehari-hari. 

Kalau bumi yang bergerak mengelilingi matahari, maka burung-burung yang sedang terbang di angkasa semestinya tertinggal, dan seandainya saya melompat dari lantai tiga gedung ke tanah, selain patah kaki mustinya saat jatuh di tanah letak jatuh saya harus jauh dari gedung, sebab selama saya melayang di udara, saat itu bumi bergerak meninggalkan saya. Lalu kenapa angin akibat gerak bumi tidak terasa di wajah? Itulah sejumlah intuisi yang mendukung konsep geosentris.

Tetapi saat manusia hendak memetakan langit, memprediksi gerak planet-planet, konsep geosentris lebih banyak menimbulkan kesulitan dibanding membantu. Usaha memetakan langit, usaha mempelajari gerak benda langit, menjadi jauh lebih mudah dan lebih sederhana jika menggunakan konsep heliosentris. Dengan bantuan konsep grafitasi, semua masalah yang bisa dijelaskan dengan geosentris juga bisa dijelaskan dengan heliosentris.

Jadi tidak tepat menyalahkan murid SD jika mengatakan bahwa matahari bergerak mengelilingi Bumi. Ketika Anda berdiri di dekat rel saat kereta api ekspres melintas, mengatakan bahwa kereta api bergerak menurut Anda sama benarnya dengan mengatakan bahwa Anda bergerak menurut masinis kereta api.

Kembali ke bentuk Bumi. Intuisi keseharian kita layak untuk mengatakan bahwa Bumi datar. Lapangan sepak bola di Gelora Bung Karno, bukankah itu terlihat datar? Permukaan air Danau Toba juga terlihat datar. Tetapi berpegang pada konsep bahwa Bumi datar mengundang banyak kesulitan saat kita mencoba mencari jawaban dari sejumlah pertanyaan lain: mengapa ada siang-malam, mengapa cakrawala tampak melengkung, jika datar tentu ada batasnya (di mana?). “Bumi bulat seperti bola” memberikan jauh lebih banyak manfaat saat kita hendak menjelaskan banyak fenomena, dibandingkan dengan jika kita menggunakan konsep bahwa Bumi datar. Itu sebabnya kita lebih memilih konsep bahwa Bumi bulat, semata-mata karena lebih berguna.

Tentang cahaya juga seperti itu. Newton mengatakan cahaya terdiri dari partikel kecil yang dia beri nama korpustel (kini namanya menjadi foton). Konsep itu berguna sekali saat hendak menjelaskan rambatan lurus cahaya dan pemantulan cahaya. Percobaan Young membuktikan bahwa cahaya dapat mengalami interferensi (perpaduan/penggabungan) dan itu hanya dapat dijelaskan jika cahaya adalah gelombang. Partikel dan gelombang memiliki sifat dasar yang saling berkontradiksi. Partikel sifatnya tertentu (deterministik), maksudnya partikel pasti ada di suatu tempat pada suatu saat. Sementara gelombang sifatnya menyebar (spread). Gelombang hanya bisa melintasi suatu titik di dalam ruang, tetapi tidak mungkin diam di suatu titik.

Karena cahaya sebagai partikel dan cahaya sebagai gelombang, keduanya menunjukkan manfaat yang sama besarnya, maka keduanya diterima sebagai sebuah gagasan yang baik, sekarang disebut sebagai “dualisme cahaya”.

Jadi pertama sekali, kalau kita sepakat bahwa konsep sains itu mengutamakan kegunaan, bukan mengutamakan kebenaran, maka tulisan yang mengatakan bahwa bumi datar dan mengajukan sejumlah argumentasi, ya itu sah-sah saja. Hal itu tidak perlu mengundang perdebatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun