Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mentertawakan Teror

29 Agustus 2016   12:31 Diperbarui: 29 Agustus 2016   12:38 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada misa pagi, Minggu 28 Agustus 2016, gereja St Yosef Medan jadi sasaran pelaku bom bunuh diri. Pelaku seorang mahasiswa. Alhamdulilah, tidak ada korban jiwa dan raga.

Tempat ibadah yang dibakar, dirubuhkan, diamuk, ditutup, sebentar lagi akan menjadi berita biasa buat kita. Menjadi biasa karena di masa lampau sudah sering terjadi, masa kini juga begitu, dan tampaknya di masa depan juga demikian. Sesuatu yang berlangsung terus menerus akan menjadi kebiasaan dan kelaziman, itulah yang menjadi keadaan normal. Nanti justru kita menjadi heran jika dalam selang sebulan tidak ada berita perusakan tempat ibadah. Seperti orang-orang di Suriah yang menjadi heran jika dalam sehari tidak mendengar desingan peluru dan dentuman bom.

Jika kesadaran kita sudah mencapai taraf seperti itu, jujur harus kita akui, pondasi NKRI bakal terguncang keras. Pada kondisi kesadaran demikian, saling menuduh dan membela, saling menghancurkan dan membinasakan, akan menjadi kelumrahan. Dalam meningkatkan rasa aman, orang-orang akan mengelompok di dalam identitas yang sama, dalam hal ini mengelompok karena seagama. Kalau di barat gereja dihancurkan, maka di timur masjid akan kami bakar, mengerikan bukan. Belum sampai ke kondisi itu sih, tetapi kita sedang bergerak makin cepat ke arah seperti itu.

Entah karena apa, di negeri yang menempatkan frasa “ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sila nomor satu, tetapi lebih mudah mendirikan panti pijat maksiat dari pada mendirikan tempat ibadah. Surat izin mendirikan kafe malam, tempat narkoba dan miras lebih mudah beredar, lebih mudah diperoleh dibanding izin mendirikan tempat ibadah.

Mengherankan, kenapa kasus-kasus tidak terselesaikan, atau diselesaikan dengan cara seolah-olah, bahkan mungkin kondisi seperti ini dengan sadar dan sengaja tetap dipelihara?

Pada kondisi seperti ini, ada pihak yang meraih keuntungan ekonomi dan atau keuntungan politis, itu bisa saja bukan?, bukankah kita terkenal sebagai negeri penuh konspirasi?.

Bukan kejahatan yang menghancurkan dunia ini, tetapi diamnya kebaikan. begitu kata-kata bijak. Bukan hancurnya tempat ibadah yang mengancam NKRI, tetapi diamnya pihak-pihak berwenang, dalam hal ini pemerintah.

Tempat ibadah yang buatan manusia itu pasti dapat hancur atau dihancurkan, tidak masalah. Siapapun yang tempat ibadahnya dibakar, tersenyumlah. Itu akan menyatukan anda semua, menjadikan anda menjadi umat yang semakin kokoh dan tangguh. Tempat ibadah karunia langsung dari Tuhan adalah hati di tubuh sendiri, dan itu tidak dapat dihancurkan, oleh apapun dan oleh siapapun. Masjid, Gereja, Kelenteng, Pura, semuanya itu buatan manusia, mungkin sebagian dari sumbangan untuk pembangunan gedung itu adalah hasil korupsi, hasil keuntungan peredaran narkoba, hasil penipuan, siapa yang tahu?

Sungai, danau, laut, gunung, hutan, dan pohon dapat menjadi tempat ibadah, itu buatan Tuhan.

Mari memadamkan api yang membakar, sambil mentertawakan manusia-manusia penyulut api itu. Bakarlah, suatu saat kau kehabisan bahan bakar.

Horasss….. dame ma di portibion ... und friede auf erden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun