Di koran Kompas terbitan Sabtu, 23 Juli 2017, Bapak Budi Santoso, guru besar Teknik Industri ITS, menurunkan tulisan yang menggugat transparansi SBMPTN. SBMPTN adalah salah satu jalur tes masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri). Jauh sebelumnya, di lapak Kompasiana, saya sudah menggugat akuntabilitas seleksi penerimaan mahasiswa baru PTN melalui semua jalur.
Jalur pertama dan paling awal disebut SNMPTN. Jalur ini tidak melalui ujian tertulis, tetapi semata-mata menggunakan hasil rapor siswa dari semester 1 sampai semester 5. Jalur kedua disebut SBMPTN yang dilaksanakan secara serentak oleh paguyuban PTN se-Indonesia. Jalur ini menggunakan hasil tes untuk proses seleksi. Jalur ketiga disebut jalur mandiri, dilaksanakan oleh PTN secara mandiri. Pada jalur ini ada PTN yang melakukan tes, ada juga PTN yang menggunakan hasil SBMPTN sebagai alat seleksi.
Semua jalur seleksi bersifat tertutup. “Hasil undian tidak dapat digugat, hak mutlak panitia”, kira-kira seperti itu juga seleksi penerimaan mahsiswa PTN. Jalur SNMPTN tidak pernah bisa diketahui bagaimana caranya panitia menyeleksi rapor siswa. Tidak ada standar nilai rapor nasional, lantas bagaimana caranya menyeleksi nilai 8 pada dua sekolah yang berbeda?... tidak ada yang tahu, atau publik tidak pernah diberi tahu. Kriteria apa yang digunakan pada proses seleksi untuk prodi tertentu, apakah kriteria untuk FK sama dengan untuk Teknik Industri? Ini juga gelap. Apa pun pertanyaan Anda tentang SNMPTN, semuanya tidak ada jawaban.
Jalur SBMPTN sama tertutupnya. Kunci jawaban soal yang diujikan belum pernah dikeluarkan secara resmi dari panitia pelaksana ujian. Hal ini saja sudah sangat aneh binti ajaib. Siswa peserta SBMPTN tidak pernah bisa mengetahui berapa skor yang mereka dapat. Pokoknya “lulus” atau “tidak lulus”.
Jalur ketiga makin aneh. Banyak siswa yang memilih prodi tertentu di PTN tertentu, tetapi tidak lulus melalui jalur SBMPTN. Pada saat mengikuti jalur mandiri, pilihan prodi yang sama di PTN yang sama menjadi lulus. Yang teraneh sedunia adalah jalur mandiri yang memakai nilai SBMPTN untuk proses seleksi. Pada pilihan prodi dan PTN yang sama, melalui jalur SBMPTN tidak lulus, tetapi melalui jalur mandiri yang menggunakan nilai SBMPTN, prodi yang sama dan PTN yang sama, dia lulus. Aneh kan?
Timbul kesan bahwa jalur mandiri itu adalah jalur mengumpulkan uang. Apakah PTN tidak mampu membuat proses seleksi mahasiswa baru sama seperti proses seleksi siswa baru SMP dan SMA?
Merenungkan hal ini, saya menjadi teringat jaman Orde Baru. Anggaran pendidikan hanya 5% terhadap APBN, tetapi masih ada dua PTN Indonesia yang masuk peringkat 200-an terbaik sedunia. Saat itu seleksi mahasiswa baru dilaksanakan sekaligus. Kini saat anggaran pendidikan 20% terhadap APBN, justru peringkat PTN terbaik sedunia melorot menjadi 518, tidak layak disebut terbaik. Status BHMN dan jalur mandiri sama sekali tidak relevan untuk menaikkan mutu PTN.
Atau, adakah sesuatu yang tersembunyi di balik semua ini? Seperti kata Budi Santoso, kalau semua dibuat terbuka, maka titipan menjadi tertutup. Memangnya PTN menerima titipan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H