Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Labora vs Freeport

23 Februari 2015   19:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:39 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau diperhatikan, ada yang aneh pada kasus Labora Sitorus. Sebenarnya banyak yang aneh, tapi yang satu ini sangat aneh dibandingkan terhadap keanehan lainnya. Yang sangat aneh itu adalah :”membandingkan dukungan rakyat Papua terhadap Labora dengan ketidakmendukungan terhadap Freeport”.

Kejaksaan dan kepolisian khawatir jika melakukan eksekusi terhadap Labora, sehingga pelaksanaan eksekusi itu berlarut-larut, meski alasan penundaan bukan seperti itu, tetapi kita semua mahfum bahwa dari dulu aparat selalu berbelit-belit dalam menyampaikan alasan.

Keanehan yang saya maksudkan dan yang saya lihat adalah seperti berikut : lebih banyak rakyat Papua yang mendukung Labora dibandingkan terhadap rakyat yang mendukung Freeport. Mengapa hal itu terjadi?

Labora dan Freeport memiliki kesamaan, sama-sama merusak ekosistem Papua. Freeport merusak ekosistem Papua dengan menggali tanah Papua hingga sebuah gunung berubah menjadi danau yang kedalamannya mencapai 1 km dan diameter 4 km. Labora jelas merusak hutan-hutan Papua dengan “illegal logging”, yang kemungkinan besar melibatkan aparat atau orang dalam pemerintah. Dari segi kerusakan yang ditimbulkan, mestinya dua-duanya, Labora dan Freeport tidak didukung sama sekali, baik oleh rakyat di Papua maupun rakyat di luar Papua. Memang koefisien daya rusak Freeport jauh lebih besar dibandingkan koefisien daya rusak Labora, tetapi ya keduanya sama-sama merusak.

Kalau melihat jumlah rupiah yang disetor ke kas Negara (lebih tepat ke kas pemerintah), jelas Labora kalah jauh dari Freeport. Tetapi apakah uang dari Freeport yang diperoleh dengan cara merusak ekosistem Papua itu kembali ke Papua, itu soal lain. Dan tampaknya kalaupun ada yang kembali, tidak pernah sampai ke rakyat Papua, terlebih ke rakyat Papua yang merasakan langsung dampak merusak dari kehadiran Freeport di tanah Papua.

Di sinilah Labora memiliki kelebihan dibandingkan Freeport. Bisnis Labora memiliki koefisien daya guna yang lebih besar terhadap rakyat di sekitarnya, dibandingkan dengan koefisien daya guna Freeport terhadap rakyat di sekitar wilayah tambang. Meski berjumlah seratusan, tetapi hampir seratus persen karyawan Labora adalah orang Papua yang tinggal di sekitar. Berapa persenkah karyawan Freeport yang orang Papua yang tinggal di sekitar wilayah tambang?.

Maka saya bisa memaklumi mengapa ada rakyat Papua yang berkeberatan terhadap eksekusi Labora, pada saat yang sama mereka menginginkan Freeport hengkang dari Papua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun