Banyak yang bertanya kepada saya tentang apa itu kegiatan Wisata Literasi yang baru saja saya ikuti. Pertanyaan mereka saya jawab dengan mengirimkan link tulisan Master Johan Wahyudi tentang Wisata Literasi di Kompasiana. Setelah mereka membacanya sebagian besar dari mereka makin penasaran dengan kegiatan Wisata Literasi tersebut.Â
Bahkan banyak diantara mereka yang merasa sangat menyesal. Mengapa? Karena mereka tidak mengetahui informasi tentang wisata literasi tersebut sebelumnya. Akibatnya, mereka tidak bisa mengikuti kegiatan tersebut.
Apakah itu kebiasaan banyak orang di antara kita apa ya? Merasa menyesal dengan suatu momen yang  sudah berlalu. Kebiasaan yang baru menyadari setelah kegiatan dilaksanakan. Menyesali karena momen itu ternyata sangat memberi manfaat. Penyesalan yang tiada berguna lagi. Padahal jauh hari sebelum kegiatan itu terlaksana, juga sudah saya share di berbagai media sosial yang saya punya.
Kebiasaan dari banyak orang yang berada diantara kita apa ya? Harus menunggu lebih dulu sesuatu itu terjadi dan kemudian orang lain merasakan manfaatnya? Juga menunggu untuk mengetahui akan menjadi seperti apa sesuatu itu? Jika menyenangkan dan ada manfaat yang lebih besar kemudian merasa menyesal ketika tidak ikut.
 Di sisi lain akan merasa sangat senang dan mengucapkan syukur ketika tidak ikut? Sehingga ketika sesuatu itu tidak sukses atau tidak menyenangkan dan tidak ada manfaat yang diperolehnya hatinya menjadi senang? Sungguh memprihatinkan.
Apa sih sebenarnya wisata Literasi ini?
Namun ketika master Jo menginformasikan jika akan ada pelatihan menulis, dengan serta merta mendaftar ikut kegiatan tersebut. Dengan berinvestasi Rp. 500.000 saya bisa mendapatkan makan 3 kali dalam 2 hari, menginap di gedung EDU, berwisata di museum Sangiran dan yang tidak kalah fantastisnya adalah mendapatkan ilmu menulis artikel, buku dan membuat PTK ( Penelitian TIndakan Kelas ). Selain fasilitas tersebut di atas, pelatihan di EDU training center ini sangat berbeda dengan pelatihan menulis sejenisnya.Â
Karena di akhir pelatihan, kami seluruh peserta dibawa ke penertbit buku yang sangat besar yaitu Penerbit Tiga Serangkai. Di sinilah kami bias berinteraksi secara langsung dengan General marketing, para editor dan para lay outer. Sehingga kami tau proses dan cara sebuah buku itu terbit dan dijual dipasaran. Dari kegiatan Wisata Literasi ini, menjadikan saya berani untuk mencanangkan sebuah resolusi di tahun 2018. Resolusi saya adalah terciptanya 1 buah buku dan artikel saya bisa di muat di media masa.
Dengan begitu maka seseorang tersebut menjadi tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Hanya karena keyakinan dan keberanianlah maka hikmah terbaikpun akan selalu dapat diambilnya.