Mohon tunggu...
JONI RUDIANTO
JONI RUDIANTO Mohon Tunggu... Ilmuwan - saya adalah seorang mahasiswa

saya suka menulis dan saat ini sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Bisakah Petani Muda Lawan Distorsi Pasar? Begini Caranya

18 Desember 2021   14:21 Diperbarui: 18 Desember 2021   14:37 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada periode bulan Juli ada beras impor yang masuk ke Indonesia dalam kategori beras premium sejumlah 41.800 ton, namun pihak Bulog yang seharusnya mengurusi berbagai ekspor dan impor komoditas pertanian ini saat ditanyai senin (30/08/2021) direktur utamanya Budi Waseso menyatakan bahwa impor ini bukan mereka yang melakukannya "Sampai sekarang kami tidak ada penugasan dan kami tidak melaksanakan impor beras. Adapun data yang dari BPS setelah kami telusuri merupakan ijin beras khusus, Nah beras khusus ini memang dulunya harus melalui Bulog, tapi kali ini kami tidak pernah mengetahui mengenai izin impor beras khusus ini, sehingga seperti tahun lalu itu ada impor 234 ribu Ton itu beras khusus, Bulog tidak mengetahui itu" demikian yang disampaikan Budi Waseso. Lantas hal ini siapa yang melakukannya? Apakah mungkin ada pihak yang sengaja ingin memainkan pasar untuk menekan harga hasil panen petani demi keuntungan?. Nah oke tapi kali ini bukan peristiwa di atas yang akan saya tanggapi, namun saya akan membahas bagaimana cara petani melawan jika peristiwa di atas terjadi, sebab peristiwa diatas hanyalah salah satunya saja dari berbagai peristiwa yang pernah terjadi.

Indonesia merupakan negara agraris, yang berarti sektor pertanian memiliki peran yang sangat penting dari keseluruhan perekoomian nasional, hal ini dapat dilihat bahwa negara kita ini para penduduknya memang mayoritas berprofesi sebagai petani dan nelayan. Sebagai negara agragris tentu keadaan alamnya sangat mendukung, ditambah lagi Indonesia merupakan negara yang terletak pada daerah tropis yang cenderung memiliki curah hujan tinggi sehingga tanah disini menjadi subur dan mudah menumbuhkan tanaman dengan cepat. Maka tidak heran jika petani adalah profesi mayoritas penduduk Indonesia. Hal ini pula yang membuat negara ini memiliki ketahanan terhadap pangan. Namun meski memiliki tanah dengan tingkat kesuburan yang tinggi nyatanya hal ini belum bisa menyejahterakan para petani sebagai penggarap lahan yang subur tersebut, sebab seringkali ketika panen, hasil penjualan dari produksi pertanian mereka tidak mendapatkan untung yang maksimal atau bahkan ada yang sedikit merugi, lantaran pupuk dijual mahal sedangkan hasil pertaniannya saat dijual harganya selalu anjlok.

Anjloknya harga seperti diatas bila terus berlangsung tidak menutup kemungkinan para petani menjadi enggan bercocok tanam kembali, lantaran hasil panjualan mereka selalu dikecewakan oleh harga yang turun, dan dalam jangka panjang bisa jadi persentase jumlah petani dinegri ini akan turun secara signifikan, yang otomatis output hasil pertanian juga akan menurun. Tidaklah lucu jika negara kita yang subur ini akan mengalami krisis pangan karena berkurangnya petani.

Turunnya harga komoditas petani ini kemungkinan besar bukan faktor alami yang disebabkan oleh cuaca atau hama, tetapi oleh penumpukan komoditas didalam negri karena adanya tambahan produk impor. Hasil panen dalam negri sebenarnya sudah mampu mencukupi kebutuhan pangan Nasional untuk negara, dan bahkan ada kelebihan yang bisa di ekspor, lantas mengapa harus impor? hal ini seolah disengaja untuk menurunkan harga. Nah dari sinilah menurut saya peran petani milenial harus bangkit dan mulai mempelajari ekspor. Dalam Undang -- Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang peragangan, Ekspor didefinisikan sebagai kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean sedangkan eksportir didefinisikan sebagai orang perseorangan atau lembga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang melakukan ekspor.

Mengapa harus petani muda?. Pada umumnya orang dengan usia senja akan sulit dalam mempelajari sesuatu, sebab daya ingat sudah mulai berkurang, ditambah lagi fakta lapangan menunjukan bahwa petani dengan usia senja jarang dari mereka memiliki akses internet yang menjadi salah satu media utama memcari buyer dari luar negri untuk melakukan ekspor, dan mereka bisa dikatakan awam dalam dunia internet. Untuk itu peran petani mileniallah yang berpotensi besar dapat membangkitkan dan mempelajari ekspor, sebab notabene para generasi milenial sangat akrab dengan dunia internet, dan dengan internet inilah dapat diakses berbagai informasi dan pembelajaran yang mempermudah para generasi milenial mempelajari ekspor. Salah satu media yang dapat diakses jika ingin mempelajari ekspor ini adalah youtube, di youtube ini ada beberapa chanel yang khusus memberikan edukasi mengenai ekspor, salah satunya adalah chanel yang bernama "Julioioio". Chanel ini biasa memberi edukasi mengenai ekspor dari yang paling dasar, maka cocok untuk dijadikan referensi.

Lalu bagaimana ekspor dapat melawan kecurangan pasar? Kecurangan pasar biasa disebut juga distorsi pasar, distorsi pasar adalah suatu kondisi pasar yang tidak seimbang dimana terjadi hal-hal yang mengganggu mekanisme pasar yang sudah tersusun rapi. Ya seperti data diatas salah satu kecurangan yang biasa terjadi pada pasar komoditas tani adalah adanya pihak-pihak yang melakukan rekayasa harga dengan memperbanyak komoditas melalui impor. Dan dampaknya adalah kesulitan bagi petani lokal untuk menjual hasil panennya, meskipun terjual itu juga dengan harga yang relatif rendah, sehingga hasil penjualan terkadang tidak sepadan dengan modal biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan oleh petani. Tetapi dampak-dampak tadi dapat diatasi dengan ekspor, mengapa demikian? Sebab distribusi yang sulit bisa diatasi dengan ekspor yang pasarnya terbuka luas, dengan luasnya pasar maka kemungkinan adanya pembeli juga besar, tapi kembali lagi pada pembelajaran ekspor, jika ingin mudah  mendapatkan pembeli juga harus memahami dulu mekanisme pencarian buyer nya. Lalu harga yang rendah tadi, dengan ekspor maka nilai jualnya juga akan meningkat. Secara singkatnya ekspor melawan kecurangan pasar adalah, apabila ada pihak yang impor komoditas dengan niat menumpuk, maka petani tinggal ekspor.

Mungkin pada umumnya pihak yang biasa melakukan ekspor untuk komoditas tani  adalah Bulog, namun pada oponi kali ini saya menekankan bahwasannya apabila petani milenial mampu melakukan ekspor sendiri tanpa campur tangan pihak lain maka potensi kesejahteraannya sangat besar karena mendatangkan keuntungan berlipat. Nah ekspor ini selain memberi keuntungan bagi petani milenial, juga akan memberi dampak positif bagi petani dengan usia senja. Karena jika para petani milenial melakukan ekspor secara otomatis penumpukan komoditas yang dilakukan pihak tertentu tadi gagal, dan harga jual dalam negri akan tetap stabil, sehingga petani dengan usia senja juga bisa menjual produk pertaniannya dengan harga normal. Secara intinya petani senja akan berpotensi kecil terdampak kecurangan pasar jika petani milenial melakukan ekspor.

Negara tidak perlu khawatir mengenai pangan nasional, karena kebutuhan ini akan dipenuhi oleh petani dengan usia senja yang jumlahnya 69% lebih banyak dari petani milenial. Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa saya menekankan bahwa ekspor sebaiknya dilakukan petani milenial karena jumlah mereka yang lebih sedikit.

Seiring berjalannya waktu apabila strategi melawan kecurangan pasar dengan ekspor tadi berhasil, maka besar kemungkinan petani akan sejahtera, selain kesejahteraan bagi para petani hal ini juga menambah keuntungan negara. Bea cukai dari ekspor yang dilakukan petani akan meningkatkan Pendapatan Nasional. Dengan kemakmuran yang didapat dari pertanian ini bisa menarik generasi muda lainnya untuk menjadi petani, karena dengan ini mindset orang-orang akan berubah, yang tadinya menganggap bahwa petani itu miskin akan terhapuskan dengan kenyataan jika petani juga bisa Go Internasional.

Joni Rudianto, Mahasiswa jenjang S-1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun