PROLOG: ketika mereka yang tidak biasa berbicara tentang bunga, dan seketika menyinggung soal cinta…hmmm saya kira sesuatu yang besar telah mendorongnya, dan jika anda punya waktu luang, mungkin bisa di Tanya-tanya sedikit… barangkali ia baru saja bertemu bidadari atau rasa pengasihan Tuhan sekalian alam telah mengambruki dirinya….
hidup ini penuh misteri, bahkan hari ini pun adalah misteri dari hari kemaren, dan esok pun adalah misteri di hari ini…
hari ini...walau bangun agak kesiangan, namun kuawali dengan senyum…hari begitu cerah, rasanya semua begitu bersahabat, mandi dan sarapan semua kulakukan dengan penuh suka cita, menjemur handuk pun dengan bersiul-siul…lalu duduk di kursi seperti anggota DPR, menatap langit-langit sambil tersenyum-senyum, mengenang-ngenang prestasi besarku semalam….
prestasi apa?? Bukan..bukan…sebenarnya terlalu lebay kalau di katakan prestasi… karena ia tidak seperti pemecahan rekor atau pun juara olimpiade, namun saya juga agak keberatan kalau dikatakan kebahagiaanku ini tidak sebanding dengan kebahagiaan yang dirasakan putera-putera mahkota kerajaan…enak aja mereka, sudah lahir gede di kastil, seenaknya main klaim pula kebahagiaanya tak tertandingi…
setelah sekian lama, saya yang tak pernah lagi memikirkan tentang wanita, asing dari segala cerita keluwesannya, lama sudah telingaku tak pernah mendengarkan tutur lembutnya, namun semalam lain cerita, ceritanya “sedikit” berbeda, atau bahkan mungkin: “banyak berbeda”, seorang gadis berbicara denganku, bukan gadis sembarangan, ia gadis flamboyan, seolah turun dari langit, seperti putri nawang wulan, tiada kalah oleh madona maupun priencess violet, ia impian setiap lelaki, kalau dijaman dulu ia seperti putri shinta, diperebutkan oleh rama dan kurawa, sehingga pecahlah perang mahabrata…
ia benar-benar seorang gadis flamboyant, dari namanya menunjukkan darahnya tidak sekedar merah sepertiku, kalau dijaman dulu ia adalah raden ayu dan aku kawulanya berdiri di gerbang samping selokan di depan rumahnya...
kupandang-pandangi foto-foto di instagramnya, kunaik-turunkan masya Allah keanggunan belaka, tidak banyak gaya…khas golongan terpelajar, sesekali memang kulihat kepalanya di miring-miringkan tapi hidung dan bibirnya masih tetap dalam posisinya…
suaranya begitu halus bagai gemericik air pegugunungan, kulitnya putih dan lembut, seperti selalu di lumuri susu tiap hari, matahari tidak akan pernah tega menyengatnya, giginya yang berjejer seperti mutiara tersiram cahaya rembulan, pipinya bagai buah apel ranum, tatapanya begitu ayu, tenang seolah air diseluruh lautan tertampung dimatanya…sesekali kulihat ia menggunakan jas putih berkalung stetoskop: alat yang dulu kuingat biasa ditempelkan pak dokter di dadaku, terhubung ke telinganya, dan saat tertempel dikulit dingin rasanya, dan setelah itu dokter akan mengangguk-angguk seolah telah mengerti penyakitku, sungguh alat yang luar biasa…sesekali juga ia kulihat mengenakan setelan biru muda, dengan tutup kepala dan masker tapi tidak sepeti ninja, kalau ini mengingatkanku pada sebuah film-film yaitu ketika pasien yang terbaring di tempat tidur yang beroda, di dorong banyak orang kesuatu ruangan khusus, botol impusnya terguncang-guncang, nahh orang-orang yang menanti diruangan itulah mirip dengan setelannya…begitu mengagumkan…
yahh ia adalah seorang dokter muda, atau seorang mahasiswi yang menjalani tahap pembelajaran praktisnya di rumah sakitt, beberapa waktu nanti ia akan menjadi seorang dokter, atau lebih tepatnya bu dokter, profesi yang amat ku benci waktu kecil, karena pernah menancapkan jarum suntiknya di bokongku tampa perasaan ragu-ragu dan bersalah…begitu dewasa aku tahu ternyata itu profesi yang tidak sembarangan, pintar saja tidak cukup ia membutuhkan dana yang tidak sedikit, dan tidak saja itu: profesi ini membutuhkan hati yang lembut nan mulia, terlatih untuk selalu tampil tersenyum ramah walau dengan suasana hati yang sumpek…
dan gadis flamboyant itu, yang berkilau dan berbinar-binar, itu berbicara padaku, kami membicarakan banyak hal, sehingga waktu berlalu begitu cepat, melihat kami berbicara, terlebih saat aku membuatnya tertawa, rasanya waktu lari terbirit-birit, tak terasa jam sudah melewati puncaknya, oogh sungguh malam ini saya telah benar-benar membuktikan teori relativitas eistein itu berlaku: 1 jam berbicara dengan gadis cantik lamanya berbeda dengan 1 jam duduk dihadapan dosen penguji yang galak…
seorang dewi turun dari keraton bercengkrama dengan kawula tentu membuat siapapun akan bertanya, apakah gerangan yang membuat murai batu mau berkicau pada burung tekukur, memperdengarkan suaranya yang indah pada tekukur yang kusam?? yang di semprot pun rasanya hati sudah bangga, terlebih jika diajak bercengkerama, ia bercerita tentang dirinya dan aku mendengarkan begitu takzim, dan sesekali juga aku menelan air liurku, dan sesekali juga aku tenggelam dalam lamunan, dan sesekali pula aku bersimpuh dan memuji Tuhan, begitu indah makhluk-Mu ini, dokter muda yang juwita dan bersuara lembut ini, aku rela melakukan apapun demi mendapatkan cintanya, menerobos lampu merah, menyikat gigi harimau, hingga membubarkan demo FPI...,
namun bagaimana ini, hatiku sudah...akhh...tidak... namun hari-hariku akan seperti apa nanti, jika tak kudengar kicau burung hatiku itu??
ia di kejauhan sana, bermil-mil laut, bukan saja terpisah oleh lautan, namun juga oleh jarak sosial yang tidak kalah jauhnya... duhh dokter muda flamboyan, adakah kau kelak akan menjadi murai batu, burung hatiku...atau hanya burung kertasku....
(bersambung…..