Mohon tunggu...
Joni Faisal
Joni Faisal Mohon Tunggu... -

bekerja serabutan, mencari kawan dengan berbagi cerita lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjadi Ayah di hari Minggu (3)

20 November 2011   23:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:25 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“Kebun sendiri?”

Sulis hanya mengangguk. Sebagai anak petani jeruk di Sumatera Selatan, tepatnya Baturaja, ayah saya menanam sekitar 2000 pohon jeruk di jalan lintas Sumatera. Saya jadi heran, masak sih di Jogja, di Sewon lagi, ada kebun jeruk? Setahu saya Sewon merupakan sentra tanaman padi meskipun sekarang sudah dipenuhi kampus dan kompleks perumahan. Di sebelah mana kira-kira kebun yang disebutkan Sulis itu? Saya tidak ingin bertanya. Saya menerimanya dengan sukacita. Kemudian naik ke motor Sulis untuk ke stasiun lagi sambil cepat-cepat membuat pesan lewat sms ke Pak De- anak saya agar tidak perlu mengantar saya.

Demikian juga hari-hari berikutnya, kalau saya pulang naik ojek Sulis. Dia akan bertanya , “kapan, mas Joni pulang? Biar aku bawain jeruk,” katanya dengan berterus terang. Dan aku selalu punya jawaban untuknya, nggak usah Mas Sulis.

Dia akan jawab lagi, nggak apa-apa, kok.

Bayangkan, kalau harga jeruk sedang musim per kilo Rp.  4.000 atau Rp. 5.000,  berarti untuk dua kilo jeruk Mas Sulis telah menyisihkan uangnya 8.000 sampai 10.000 rupiah. Sementara saya naik ojeknya tidak lebih 10 ribu rupiah. Itu artinya saya naik ojek gratis!

Pada suatu pagi yang masih menyisakan dingin, saya tiba di Jogja. Saya mencari Sulis dan saya telpon beberapa kali tapi tidak diangkat. Datanglah ojek lain yang tidak saya kenal. Kemudian dia membawa saya. Ketika saya tanyakan Sulis di mana? Sang Bapak kemudian panjang lebar mencerikatakan kalau Sulis itu sakit ayan atau epilepsi. Penyakit yang dikategorikan "orang kampung" sebagai penyakit gila.

“Jangan sering-sering naik ojeknya, Mas. Soalnya dia itu sakit," kata Si Bapak Ojek yang belum saya kenal namanya.

“Sakit apa, Pak?

“Sakit ayan,”

“O…”

“Kita nggak tau, ya? Kadang-kadang dia itusering jatuh, lho, Mas?" ada nada meyakinkan dari cerita Si Bapak Ojek yang belum saya kenal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun