Menyikapi beberapa hal yang terjadi di pulau Bangka khususnya kota Pangkalpinang ini, ada beberapa hal yang memang sebenarnya patut kita pertanyakan dan renungkan, namun merenung dan bertanya terkadang tidak akan mengubah apapun bagi masyarakat ini. Bercerita tentang pembangunan di pulau Bangka sebenarnya cukup miris jika harus melihat realita yang ada sekarang.
Pembiaran akan suatu “ketidakjelasan dalam pembangunan” daerah/kota adalah dosa besar bagi pemerintahan ini, apakah memang pemimpin daerah/kota memang punya perancangan yang baik dan matang bagi daerah yang mereka pimpin, apakah itu 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun hingga 100 tahun kemudian rencana pembangunan itu harus realisasi atau tidak, jika pun terealisasi tentu harus mempunyai metode pengukuran yang baik akan keberhasilan dalam pembangunan.
Sebagai masyarakat awam akan sistem pemerintahan ini, semoga tulisan ini pun tidak menjadi patokan bagi pembaca untuk mengkritik atau dijadikan bahan referensi lainnya. Tapi hanya sebagai penambah wawasan bagi pembaca.
Walaupun penulis sebagai masyarakat awam, tapi tentu dengan logika yang ada secara kasat mata jelas mengerti tentang kondisi yang saat ini terjadi, sebab pembangunan tidak ditentukan oleh angka-angka dan persentase hitam diatas putih, atau penyataan diatas mimbar.
Mega proyek pemerintahan provinsi Bangka Belitung ini salah satunya adalah Pembangunan Jembatan Batu Rusa II dan Bandara Depati Amir yang sampai saat ini masih belum selesai.
Untuk Jembatan Baturusa II (konon akan dinamai dengan nama jembatan EMAS-diambil dari nama mantan Gubernur terdahulu yang sudah wafat) kita patut bersyukur bahwa jembatan itu katanya akan selesai bulan September 2016 ini, dan sudah dibangun selama 8 tahun (pembangunan dimulai tahun 2008). Pembangunan yang cukup lama dan molor, dan menelan dana hampir setengah triliun, atau kasarannya berkisar diantara 400-500 miliar rupiah. Dan perlu diketahui bahwa jembatan ini adalah jembatan buka tutup dibagian tengahnya, jadi ketika ada kapal besar/tinggi lewat maka bagian tengah nya akan terbuka dan menutup. Jadi diperlukan biaya ratusan juta untuk operasional setiap bulan.
Mengadopsi teknologi dari Inggris bernama “bascule”, 15 meter diatas permukaan air, panjangnya mencapai 740 meter. Dan akan menjadi ikon kota Pangkalpinang kedepannya.
Pertanyaannya adalah, mengapa jembatan tersebut tidak selesai tepat pada waktunya? Kemana anggaran untuk pembangunannya? Apakah mengunakan APBD atau anggaran lainnya? Bagaimana perencanaan dari pemerintah sendiri dalam pembangunannya? Bagaimana transparansi dalam hal penyusunan anggarannya? Apakah pemerintah provinsi mau membuka semua data perencanaan dari segi biaya-biaya, tender dan laporan pertanggungjawaban keterlambatan tersebut? Tentu pemerintah tidak bisa menyembunyikan hal tersebut dari masyarakat, sebab masyarakat awam harus mengetahui apa pekerjaan penjabat publik, pegawai negeri yang mereka gaji dari pajak yang dibayarkan.
Dan perlu juga diketahui bahwa jembatan Batu Rusa II ini menghubungkan jalan lintas timur ke arah Sungailiat, dan juga penghubung ke RSUD Dr-HC-Ir. Soekarno yang kita sebagai masyarakat awam mengetahui bahwa RSUD tersebut sepi pasiennya.
Begitu juga dengan Terminal Bandara Depati Amir yang baru masih belum selesai juga, bahkan sudah beberapa kali penundaan. Dari informasi yang saya dapatkan bahwa penundaan penyelesaian mega proyek ini karena faktor cuaca dan pengadaan material proyek. Proyek ini memakan biaya 300 miliar lebih dan akan menampung 1.5 juta penumpang per tahun.
Walaupun ini sebenarnya adalah proyek dari Angkasa Pura II, tapi tentu masyarakat harus mengetahui mengapa keterlambatan yang begitu parah masih saja terjadi dengan penundaan yang berulang-ulang, berita sebelumnya diharapkan bahwa Terminal baru tersebut akan beroperasi pada bulan September bertepatan dengan jadi provinsi Bangka Belitung dan terakhir akan ditunda lagi pengoperasian terminal baru tersebut.
Entah mengapa penulis sepertinya melihat pembangunan di provinsi ini semakin ke arah yang tidak jelas. Pemerintah seperti kalap dalam hal mengatur perekonomian daerah. Setelah era pertambangan yang penulis katakan bahwa era pertambangan bebas timah di Pulau Bangka ini sudah berakhir dan pemerintah sepertinya terlambat menemukan solusi pasca berakhirnya tambang timah ini. Walaupun katanya mau fokus ke pertanian (khususnya lada) dan pariwisata. Hal ini menandakan ketidakmampuan atau ketidaksiapan dari pemerintah dalam menghadapi tantangan perekonomian pasca berakhirnya tambang timah. Mungkin saja pemerintah terlalu enak menikmati pertumbuhan drastis dari tambang darat dan laut sehingga lupa bahwa lingkungan sudah mencapai kerusakan yang sangat parah.
Provinsi ini ibaratkan sedang membangun sebuah rumah A, kemudian pemerintah merobohkan rumah A, dan membangun rumah B, pemerintah membangun dengan dinding beton baru, atap baru, cat baru, pondasi juga baru dengan hasil pertambangan timah, kemudian dirobohkan rumah B dan mulai membangun rumah A yang lama lagi, bahan yang sama seperti rumah A, desain yang sama seperti sebelumnya, hanya penambahan dari desain, yaitu pariwisata. Apakah cara seperti ini yang diinginkan oleh pemerintah kita?
Setelah hancurnya lingkungan, berkurangnya lahan untuk pertanian, setelah hancurnya laut kita oleh karena penambangan, dan pemerintah membangun ekonomi dengan konsep lama yaitu pertanian dan pariwisata. Apakah benar pemerintah daerah kita memiliki konsep dan pelaksanaan yang tepat dalam hal pembangunan?
Pemerintah seperti bermain-main dalam hal membangun dan merancang ekonomi daerah, mungkin bagi saya sebagai masyarakat awam, bahwa saya tidak merasakan kehadiran pemerintah dalam pembangunan ini.
Saat penulis sedang menulis tulisan ini pun, mungkin pemerintah kita sedang sibuk memasang baliho raksasa untuk persiapan Pilkada 2017. Dan mulai muncul slogan aneh-aneh yang memang terdengar tidak masuk akal, berbagai gelar muncul dengan sendirinya dan aneh memang, disaat perekonomian sedang memburuknya, calon-calon tersebut masih memiliki dana untuk memasang baliho raksasa dipersimpangan jalan dan ditempat ibadah (pasti biaya cetak sangat mahal), dengan kata-kata baru hingga gaya baru seperti model iklan rokok.
Apakah benar pemerintahan provinsi Bangka Belitung ini transparan dalam pengelolaan anggaran daerahnya. Kenapa provinsi seperti diam dalam senyap soal pengelolaan APBD? Apakah ada sesuatu yang disembunyikan? Yang mengharuskan masyarakat awam tidak boleh mengetahui? Apakah ini hanya persoalan miskomunikasi antara Pemerintah dengan Masyarakat seperti Gubernur dan Wakil Gubernur saat ini? Atau ini hanya sandiwara? Atau ada dusta diantara kita?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H