Menit ke-94 lebih kurang, sorak sorai bergemuruh di Stadion Gelora Bung Karno saat wasit Ali Hasan Ebrahim Abdulnabi asal Bahrain meniupkan peluit panjang mengakhiri laga sengit Indonesia Vs Philipina. Ya, peluit itu juga memastikan Indonesia melenggang sempurna ke babak Final menghadapi negeri tetangga Malaysia nanti. Meskipun menang dengan gol tunggal yang dilesatkan oleh Christian Gonzales pada menit ke-43, namun gol semata wayang itu sangat luar biasa disambut dengan gagap gempita oleh pencinta sepakbola tanah air. Untuk tidak melupakan Presiden SBY tentunya, yang telah menjadwalkan agendanya untuk menyaksikan laga itu bersama Ibu negara dan sejumlah pejabat lainnya.
Sementara Malaysia, sudah menapakkan kakinya terlebih dahulu di Final usai menahan imbang Vietnam dengan skor 0-0 di Stadion Vietnam, kemarin (18/12). Berbeda dengan Indonesia, Malaysia lolos dengan agregat 2-0. Sebelum bertandang ke Vietnam, Malaysia sudah dulu membungkam Vietnam 2-0 di Kuala lumpur. Pekan depan, (26/12) adalah sejarah baru yang akan lahir, dimana untuk pertama kalinya kedua negara bertetangga ini akan berhadapan pada Final leg I AFF Cup di Kuala lumpur. Pertemuan ini barangkali tanpa diperkira sebelumnya, rupanya perjalanan AFF Cup 2010 mengantarkan ke alur cerita yang teramat menarik untuk diperbincangkan.
Kita semua tentu masih ingat, bagaimana hubungan dua negara bertetangga ini setelah pertengahan tahun yang lalu sempat mengalami pasang surut. Sekelumit permasalahan yang dihadapi menyebabkan perselisihan, bahkan kecaman satu sama lain, hingga hujatan dan makian. Tentu kita juga masih ingat, persoalan sengketa perbatasan, masalah TKI, penangkapan atau cerita saling menangkap sampai klaim budayalah yang menyebabkannya. Di Indonesia, kecaman itu tidak saja dialamatkan kepada pemerintahan Malaysia, tetapi juga terhadap pemerintah SBY yang dinilai lemah dalam berdiplomasi. Sementara di negeri Jiran sendiri, pemerintahnya juga ikut meradang hingga sampai mengeluarkan pernyataan keras atas perbuatan tidak senonoh oleh sekelompok pengujuk rasa di Indonesia. Pembakaran bendera dan lemparan kotoran ke kantor Duta Malaysia cukup menyulutkan emosi rakyat Malaysia terhadap Indonesia.
Kini, ketegangan konflik dua negara bertetangga itu telah kita rasakan tidak membara lagi. Upaya-upaya berdiplomasi yeng sudah dilakukan memang terdengar menuaikan hasil, meskipun masih jauh dari kata memuaskan, baik sisi Indonesia maupun Malaysia. Tetapi setidaknya upaya itu cukuplah membuat kamarahan rakyat kedua negara meredam. Perjalanan AFF Cup 2010 sejak awal bulan lalu rupanya mengantarkan ke sebuah momen yang teramat manis untuk disaksikan. Kita kembali diprovokasi untuk saling berlawanan. Ya, masih soal ketegangan kedua negara, tapi tidak dengan cara “Ganyang”, melainkan sorak sorai mendukung kesebelasan masing-masing dalam liga Final. Akhirnya kita percaya, bahwa ternyata sepakbola diam-diam menumbuhkan rasa nasionalisme yang begitu mendalam terhadap bangsa. Dalam hal ini Indonesia dan Malaysia tentunya.
Bukankah indah bila momen final nanti juga dimanfaatkan kedua belah pemerintah untuk membenahi diplomasi??? Memang bukan sebuah jaminan ataupun tolak ukur melalui sepakbola. Sungguh tak dapat dibayangkan, di bangku stadion nanti dua kepala negara duduk menyaksikan timnya saling berhadapan, dibumbui dengan kemesraan dan komentar-komentar ringan. Apalagi menyaksikan pertandingan yang “fair play” dengan tidak menghilangkan ketegangan saat menyaksikannya. Presiden SBY adalah kepala negara yang bertandang duluan ke Kuala Lumpur pada 26 Desember saat laga itu, dengan hangat disambut oleh Perdana Mentri Datuk Seri Najib Tun Razak. Mereka berdua mengenakan kostum tim kebanggaan masing-masing, bukankah indah bila mereka memperlihatkan keakraban bertetangga yang sempat berselisih sembari menenggak “Teh Tarik” khas Malaysia. Berbincang-bincang, melepas tawa canda dibalik perdebatan kecil "tim kamilah yang hebat, lima kali kemenangan beruntun" SBY sesumbar, PM Malaysia tak diam, "Kami akan balas kekalahan kami" . Bagitulah kira-kira , sebelum melanjutkan perbincangan serius soal hubungan bilateral khususnya masalah TKI.
Tiga hari sesudahnya (29/12) giliran PM Malaysia yang melawat ke Indonesia menyaksikan Leg II laga final, perlakuan serupa juga disuguhkan oleh Presiden SBY. Sembari menanggak “Kopi Luak” khas Indonesia, mereka berdua tak segan-segan berekspresi kegirangan bilamana kedua kesebelasan saling mengancam gawang lawan.
Tanpa kita sadari, terkadang momen-momen kecil mampu melahirkan sesuatu yang besar. Seperti halnya kita menjalani kehidupan. Dengan menyapa kita bisa saling mengenal, dari perselisihan bisa berujung perdamaian dan saling memaafkan. Memang sepakbola bukanlah sebuah jaminan ataupun tolak ukur keharmonisan berdiplomasi, tapi perlu kita ingat inilah momennya. Momen membenahi diplomasi, saat kita menutup akhir tahun, yaitu merajut cerita yang teramat manis sepanjang sejarah “Negara Serumpun” melalui final sepakbola.
Sisi lain dari euforia sepakbola negara serumpun
Padang, 19 Desember
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H