Mohon tunggu...
Jonathan Simanungkalit
Jonathan Simanungkalit Mohon Tunggu... wiraswasta -

Melihat sekeling untuk berkaca, dicerna dalam alam pikiran dan selanjutnya berperilaku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kembali ke Solusi Klasik Tawuran Pelajar: Merger, Acquisition atau Shutdown

26 September 2012   03:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:40 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dengan tidak mengurangi rasa hormat dari kompasianer sekalian saya mendapat pesan koreksi dari senior alumnus SMA 6 melalui Wall FB sebagai berikut :
Halomoan Rae SiregarTolong diKOREKSI ya dek, tragedi hari Senin kemarin BUKAN TAWURAN, tapi PENYERANGAN, karena para siswa-i SMAN 6 Jakarta baru pulang selesai ujian dan banyak yg tidak mengerti bhw ada situasi "panas", yah karna memang situasinya memang kondusif, lagi pada sibuk ujian...

Demikian dan terima kasih.



Rahman Raden, menulis di kolom kompasiana(http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/25/dulu-sma-6-dan-sma-70-jakarta-sekolah-pencetak-menteri-sekarang/) tentang retorika-retorika yang disajikan dalam website SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta yang bertentangan dengan kejadian tanggal 24 September 2012 dimana siswa kedua sekolah tersebut terlibat "perang" dengan hasil seorang siswa Alawy Yusianto Putra meninggal dan beberapa siswa lainnya luka. Rahman menambahkan daftar "Orang Penting" alumnus dari kedua sekolah tersebut. Miris memang ditengah fasilitas yang sangat lengkap, oknum siswa kedua SMAN tersebut berbuat nista dengan berbuat hal seperti tersebut.

SMAN 70 dan SMAN 6 bukanlah sekolah sembarangan. Kedua sekolah tersebut sebenarnya telah lama bersaing dalam hal prestasi. Prestasi dan penghargaan serta alumnus yang berhasil telah mengisi waktu di kedua SMA tersebut. Tidak sedikit yang menjadi public figure dan ada juga yang telibat dalam menyusun serta memutuskan kebijakan di Republik Tercinta ini.

Sebagai alumnus SMAN 6 Jakarta saya masih sangat ingat , sejarah SMAN 6 yang berasal dari SMA II ABC ditahun 1952 yang saat itu posisinya masih di jalan Bulungan. SMA 6 Kemudian didirikan dan berpindah posisi di jalan Mahakam sampai saat ini (http://id.wikipedia.org/wiki/SMA_Negeri_6_Jakarta). Sementara SMA 70 merupakan gabungan dari SMA 9 (didirikan tahun 1959) dan SMA 11 (didirikan tahun 1960) yang digabung pada tahun 1981(http://www.sman70-jkt.sch.id/index.php/profil/sejarah-singkat). Kedua SMA tersebut berasal dari sejarah yang cukup panjang bila ditelusuri tentunya memberikan hasil yang tidak kalah pentingnya untuk Republik Indonesia saat ini. SMA 70 merupakan gabungan dari SMA 9 dan SMA 11 yang juga merupakan solusi atas "konflik" yang berlarut-larut (http://www.antaranews.com/berita/335178/foke-harap-tawuran-pelajar-jangan-ada-lagi).

Solusi klasik yang selalu dikedepankan oleh para petinggi Pendidikan dan pemerintahan saat ini adalah merger atau shutdown. Masih ingat kasus STPDN yang hampir saja di shutdown karena adanya tindak kekerasan di dalam kampusnya. SMA 70  merupakan hasil merger dari SMA 9 dan SMA 11 pada tahun 1981 , lalu usulan untuk merger lagi antara SMA 70 dan SMA 6 . Solusi ini terllihat klasik dan belum terbukti untuk meredam kekerasan yang terjadi dan dilakukan kalangan pelajar. Lalu bagaimana mengatasi hal ini?

Wali kelas saya ketika masuk SMA 6 saat itu pernah bertutur bahwa perkelahian siswa merupakan cerminan dari kehidupan sosial. Sambil berjalan beriringan dari terminal bis Blok M ke lokasi sekolah beliau juga berpesan bahwa kesenjangan sosial merupakan salah satu penyebab mengapa masyarakat menjadi tempramental dan berharap siswa-siswanya manakala berperilaku mampu untuk menjebatani, kalau mungkin mengurangi, kesenjangan tersebut. Pesan itu terngiang dalam sanubari sejak lulus dari SMAN 6 tahun 1993.

Dalam dunia usaha merger dan akuisisi (acquisition) adalah upaya untuk mempertahankan kelangsungan usaha. Merger adalah upaya penggabungan usaha melalui difusi kekayaan kedua perusahaan yang menjadi bentuk baru dimana akuisisi adalah pembelian sebuah perusahaan oleh perusahaan lain. Dengan kata lain kedua bentuk itu selalu untuk mendapatkan yang terbaik bagi kelangsungan usaha. Lain lagi dengan shutdown, dimana bila badan usaha ditutup (shutdown) bisa jadi karena memang bidang usaha sudah tidak menjanjikan lagi, karena ada perubahan peraturan , atau di gugat pailit (contoh kasus Telkomsel ).

Merger antara SMA 9 dan SMA 11 yang menjelma menjadi SMA 70 ternyata bukan solusi tepat. Kelangsungan kegiatan pendidikan tetap terancam oleh masalah perkelahian pelajar. Solusi shutdown juga bukanlah hal yang tepat untuk menyelesaikan ancaman perkelahian pelajar tersebut. Karena itu hal pertama yang perlu dilakukan oleh kedua SMA yang sedang naik daun ini adalah introspeksi. Introspeksi tersebut bisa dimulai dengan mengkaji permasalahan melalui visi dan misi yang diemban masing-masing sekolah. Apakah pengajaran yang dilakukan telah sesuai dengan visi dan misi yang diemban dan seterusnya. Kajian satu-satu dipilah dan dipikirkan sehingga bisa terbayang langkah-langkah yang harus diambil.

Disisi lain para pihak yang menjadi stake holder dari sekolah ini dan dunia pendidikan pada umumnya wajib pula melakukan introspeksi. Kejadian yang berulang dan sepertinya berkelanjutan ini patut untuk dicermati. Stake holder keamanan mungkin bisa mengkaji apakah ada pihak yang bermain dalam situasi ini. Stakeholder Pendidikan bisa melakukan kaji ulang tentang program pendidikan yang ada. Stake holder Pemerintahan perlu juga mengkaji apakah dukungan pemerintahan dalam pola kebijakan telah mendukung pencapaian program pendidikan. Kajian-kajian tersebut harus transparan dan diuji dengan tentunya pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila selama ini telah terpinggirkan (dipinggirkan?) dalam menjawab tantangan-tangan jaman Indonesia.

Perkelahian pelajar adalah manifestasi dari berbagai dimensi sosial. Sudah cukup di SMA 70 dan SMA 6 saja korban terjadi, dan kejadian ini harus menjadi tanda titik bagi perkelahian pelajar , mahasiswa atau perkelahian massal lainnya. Anak bangsa Indonesia harus diselamatkan dari berbagai bentuk kekerasan, supaya generasi yang ramah dan bersahaja dapat terbentuk demi kesejahteraan bangsa. Sayang sekali generasi olimpiade ilmu pengetahuan (Indonesia tidak pernah absen dalam olimpiade ilmu pengetahuan international) harus ternoda dengan perbuatan-perbuatan nista sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab.Semoga....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun