UNTUK APA JADI PEMIMPIN?
Oleh : Jon Hardi
Pemilihan presiden (pilpres) masih 2 tahun lagi, persisnya tahun 2024. Tapi gemanya sudah terasa dari awal 2022 ini. Suasana terkesan panas. Labih panas lagi Ketika Anies Rasyid Baswedan dinobatkan oleh Partai Nasional Demokrat (Nasdem) sebagai bakal calon presiden dari Nasdem. Energi, konsentrasi, plus emosi sudah tercurah ke pilpres ini, sampai-sampai sisa masa jabatan Presiden Joko Widodo yang 2 tahun lagi jadi kurang bergema.
Selain pilpres, pemilihan kepala daerah (pilkada) juga tidak kalah ramainya. Dari pemilihan gubernur, wlikota/bupati, bahkan sampai kepala desa) hamper selalu meningkatkan suhu politik dan sosial. Pemilihan ketua partai politik (parpol), ketua organisasi massa (ormas) tidak jauh beda.
Bagi sebagian orang yang "haus" kekuasaan, rekrutasi pemimpin bukan lagi "pemilihan pemimpin", yang lebih berkonotasi pada kehendak golongan yang dipimpin, tapi lebih bermakna "perebutan kekuasaan". Kekuasaan yang harus diperoleh dengan berbagai cara, misalnya dengan pengorbanan materi yang tidak sedikit, pelanggaran moral dan etika, sampai pelanggaran hukum. Yang penting kekuasaan harus diraih. Akhirnya, kepimpinan jadi kehilangan makna hakiki, karena tertutup oleh jargon-jargon lips service, janji-janji semu dan kebohongan brutal.
Motivasi Jadi Pemimpin
Lantas, untuk apa orang mau jadi pemimpin? Bukankan memimpin itu menguras waktu, energi dan emosi? Bukankan memimpin itu dapat mengorbankan diri sendiri atau keluarga?
Penyakit Megalomania
Bagi sebagian orang, menjadi pemimpin bisa jadi manifestasi dari penyakit megalomania yang diidapnya. Pemimpin berarti kekuasaan, dan kekuasaan berarti segala-galanya. Pemimpin itu menguasai banyak orang, menentukan nasib orang. Pemimpin kadangkala mengidentikkan dirinya sebagai wakil Tuhan, atau ada juga yang mengaku Tuhan, seperti Raja Namruz dan Raja Fir'aun, yang merasa memiliki izin untuk menentukan hidup matinya seseorang.
Dunia telah mencatat pemimpin tipe ini, diktator yang menghiasi kekuasaannya dengan kubangan darah dan danau air mata. Sebut saja Hitler, Mustafa Kemal Attaturk, dan Musollini. Saat ini masih terdapat pemimpin dengan kekuasaan absolut, seperti Kim Jong Un, presiden Koera Utara.
Al Quran telah mencatatkan contoh pemimpin yang tidak adil (zalim) yang sudah disediakan tempat di neraka paling bawah. Sebut saja Raja Namruz yang berkuasa di zaman Nabi Ibrahim A.S., Raja Fir'aun (Ramses II) yang berkuasa di zaman Nabi Musa A.S., dan Raja Herodes yang berkuasa di zaman Nabi Zakaria A.S.