Ringkasan Eksekutif
Provinsi Kalimantan Selatan berpotensi menghadapi berbagai bencana karena letaknya secara geologis dan klimatologis yang rentan. Terdapat 12 jenis bencana utama yang diidentifikasi, antara lain banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem dan abrasi, gempabumi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, tanah longsor, tsunami, epidemi dan wabah penyakit, kegagalan teknologi, dan pandemi COVID-19.
Latar Belakang
Dokumen ini dibuat untuk memberikan gambaran menyeluruh risiko bencana yang dihadapi Provinsi Kalimantan Selatan dengan mengidentifikasi tingkat ancaman, kerentanan, dan kapasitas penanggulangan bencana. Hal ini didasarkan pada peraturan yang berlaku, termasuk Perka BNPB No. 2 Tahun 2012, untuk menjadi dasar dalam kebijakan serta perencanaan penanggulangan bencana di tingkat provinsi.
Metodologi
Metode kajian risiko bencana meliputi tiga aspek utama:
- Bahaya: Identifikasi jenis dan potensi ancaman bencana, misalnya banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan/lahan.
- Kerentanan: Melihat tingkat kerentanan sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan terhadap setiap jenis bencana.
- Kapasitas: Mengevaluasi kapasitas daerah, termasuk peran kelembagaan, kebijakan, dan kesiapsiagaan masyarakat.
Potensi Bahaya dan Risiko Per Kabupaten
Analisis dilakukan per kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten dengan risiko banjir tinggi meliputi 11 kabupaten dan 1 kota, sementara risiko banjir bandang tinggi tercatat di 9 kabupaten. Selain itu, risiko tinggi kebakaran hutan/lahan dan cuaca ekstrem juga teridentifikasi di sebagian besar kabupaten.
Rekomendasi Kebijakan
- Rekomendasi Generik: Menekankan pentingnya kebijakan administratif seperti perkuatan kelembagaan, pengembangan sistem informasi, dan pengelolaan logistik untuk bencana.
- Rekomendasi Spesifik: Meliputi langkah mitigasi seperti pengendalian tata ruang dan tindakan untuk mengurangi dampak tiap jenis bencana berdasarkan tingkat kerentanannya di masing-masing wilayah.
Tindak Lanjut dan Monitoring
Dokumen ini berlaku selama lima tahun dan membutuhkan monitoring serta evaluasi berkala (setidaknya setiap dua tahun). Rekomendasi ini juga diselaraskan dengan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB), yang menjadi panduan bagi implementasi kebijakan di tingkat kabupaten/kota.