Waduk Lambo (FPPWL) menduga kuat akan adanya manipulasi dan rekayasa data survey yang mengarah pada pembohongan publik terkait pembangunan waduk Lambo yang dilakukan oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) II Nusa Tenggara sebagai upaya untuk meyakinkan Pemerintah Pusat agar dapat meloloskan proyek pembangunan waduk Lambo.
MBAYÂ - Forum Penolakan PembangunanDugaan adanya manipulasi dan rekayasa data survey oleh BWS Nusra II ini karena masih banyak warga yang tidak mengizinkan tempatnya disurvey namun laporan mengenai data survey oleh BWS Nusra II ke pemerintah pusat tetap dilakukan sehingga masih terlihat adanya aktivitas lanjutan dari tim survey yang berkeliaran di area tanah ulayat milik Masyarakat Adat.
FPPWL sangat menyayangkan sikap BWS Nusra II bersama tim survey dan BPN Nagekeo yang tetap nekat melakukan survey walaupun diusir, dikejar dan selalu mendapat respon penolakan dari warga yang dengan tegas melakukan protes keras terhadap kehadiran mereka di lokasi tanah milik Masyarakat Adat.
"Nah, kalau warga telah menolak untuk dilakukan survey terhadap tanah ulayatnya, bagaimana mereka bisa mendapatkan data -- data survey yang akurat untuk dilaporkan ke pemerintah pusat?. Satu -- satunya cara ya memanipulasi dan merekayasa data untuk melaporkan ke pemerintah pusat agar pemerintah pusat percaya akan kinerja mereka di lapangan. Dan saya yakin, mereka tidak akan pernah melaporkan persoalan yang ada padahal mereka disini selalu diusir dan dikejar -- kejar," kata Bernadinus Gaso di Malapoma, Rendu Butowe hari ini, Rabu (25/08/2021).
Ketua FPPWL ini merasa yakin jika laporan BWS Nusra II hanya berupa laporan Asal Bapak Senang (ABS) kepada pemerintah pusat untuk mengelabui pemerintah pusat agar rencana proses pembangunan mega proyek yang mereka wacanakan dapat berjalan mulus seperti yang mereka harapkan.
Padahal lanjut Bernadinus, FPPWL sesungguhnya telah lama mengetahui, ketidakjujuran dan pembohongan publik yang dilakukan BWS Nusra II sudah terjadi sejak awal rencana pembangunan Waduk Lambo dimana dokumen perencanaan pembangunan  setelah diteliti FPPWL ditemukan beberapa nama tempat yang masih terbawa dari dokumen lama dengan nama tempat diluar Kabupaten Nagekeo dan masih banyak temuan FPPWL lainnya termasuk sosialisasi yang tidak tuntas oleh BWS Nusra II di waktu silam.
"FPPWL menduga dokumen perencanaan mereka itu hanya mengadopsi dokumen dari luar Kabupaten Nagekeo sehingga tidak lagi sesuai dengan kondisi riil yang ada di sini," tutur Bernadinus Gaso.
Hal yang sama juga diungkapkan Hermince Mawa, aktivis Perempuan Masyarakat Adat Rendu yang  menuturkan pihak BWS Nusra II tidak transparan sejak awal dan terkesan tertutup terhadap Masyarakat Adat pemilik tanah ulayat yang terkena dampak langsung dari pembangunan waduk tersebut.
Hermince lebih lanjut mengungkapkan ketidakjujuran BWS Nusra II terhadap Masyarakat Adat Rendu, Ndora dan Lambo terbukti dengan tidak direstuinya Leluhur Masyarakat Adat ketiga komunitas tersebut untuk dibangunkan waduk di atas tanah warisan Leluhur mereka.
"Kami yang punya tanah, kami juga punya hak untuk menolak pembangunan itu. Leluhur kami menitipkan tanah ini untuk kami kelola dan kami jaga secara turun temurun, bukan kami jual atau kami bangun waduk untuk digenangi air," tutur Hermince.
Hermince Mawa yang biasa dipanggil Mince ini menegaskan dirinya dan Masyarakat Adat ketiga komunitas adat itu telah berkomitmen untuk tetap berjuang hingga titik darah terakhir dalam mempertahankan tanah ulayat mereka agar tidak dibangun waduk yang akan menenggelamkan warisan Leluhur mereka.