Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan tugas dari sekolah yang sedang saya ikuti untuk mencari beberapa opini tentang reformasi birokrasi di tubuh TNI. Pada kesempatan pertama, saya mendapatkan sebuah tulisan dari Bapak Mayor Tek Jon Kennedy Ginting, M.MgtStud. qtc, CPPM, MAIPM (Sekarang Letkol) dari situs http://www.tandef.net/reformasi-birokrasi-tni-implementasi-dan-kendala-menuju-perubahan yang dibuat posting pada tanggal 21 Februari 2012. Setelah membaca dan mencoba memberikan beberapa tentang tulisan tersebut, saya lanjutkan mencari opini lain.
Akhirnya saya mendapatkan sebuah tulisan dari Bapak Marzuki Alie dari link http://www.marzukialie.com/?show=tulisan&id=63 dengan judul REFORMASI BIROKRASI DAN KETERBUKAAN TNI. Yang cukup mengagetkan saya, tulisan tersebut berisi hal yang mirip. Pada bagian kendala yang dihadapi, isi kalimatnya sama persis dan serupa, yaitu:
Kendala-kendala tersebut antara lain, pertama, secara filosofis, tugas pokok TNI bermuara pada terjaminnya keutuhan wilayah dan tegaknya kedaulatan NKRI yang pada gilirannya juga menjamin tetap berlangsungnya segenap tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bebas dan aman dari segala bentuk ancaman dari luar. Filosofi ini mengandung arti “pelayanan publik” dalam skala yang sangat luas, yang dalam konteks reformasi birokrasi nasional hanya merupakan salah satu dari sembilan program Reformasi Birokrasi Nasional yang ditetapkan Pemerintah (program ke-8). Perbedaan pemahaman yang fundamental ini membuat penilaian pencapaian program reformasi birokrasi ke-8 di lingkungan TNI menjadi sulit untuk diukur, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kedua, karakteristik khas organisasi TNI yang berdampak pada mekanisme dan prosedur pelaksanaan tugas yang berbeda dengan lembaga pemerintah lainnya. Adanya hirarki kepangkatan dan senioritas, yang merupakan institutional nature di organisasi militer manapun, membawa dampak pada perbedaan tugas, wewenang dan tanggung jawab jabatan perwira TNI. Ini tentu saja berbeda dengan lembaga-lembaga pemerintah/sipil lainnya, yang murni menempatkan kualifikasi serta kompetensi individu sebagai dasar utama penentuan jabatan. Karakteristik ini bukan berarti TNI tidak bisa melaksanakan pola meritokrasi murni, namun penerapannya tidak se-fleksibel di lembaga lain mengingat adanya kultur senioritas yang secara etis akan tetap dijunjung tinggi oleh perwira TNI manapun sebagai bagian dari kehormatan dan kebanggaan korps. Ketiga, materiil yang dikelola TNI, dalam hal ini alutsista, merupakan materiil sensitif yang bila dikaitkan dengan asas transparansi akan menimbulkan banyak ganjalan. Pengumuman lelang pengadaan alutista, sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaaan Barang dan Jasa misalnya, dapat berkonsekuensi pada “terbongkarnya” kebijakan pertahanan negara dalam hal pengembangan kekuatan militer. Apalagi bila ini dilakukan dengan metode e-procurement, yang memungkinkan publik manapun mengakses rencana pengembangan kekuatan pertahanan RI. Sekalipun TNI sangat mendukung asas transparansi dan akuntabilitas, namun kemungkinan-kemungkinan yang dapat melemahkan tingkat kerahasiaan negara seperti ini, akan tetap menjadi concern untuk TNI.
Yang berbeda hanyalah, tulisan bapak Marzuki Alie tidak mecantumkan satu buah kendala yang ada dalam tulisan Bapak Hon Kennedy Ginting tersebut.
Sedang referensi yang dicantumkan dalam tulisan bapak Marzuki Alie hanyalah “Perwira TNI Ikut Pencegahan Korupsi”, dalam News.okezone.com, 2 Agustus 2012. Diakses 14 Agustus 2012. Kalau melihat tanggal aksesnya, kemungkinan tulisan Bapak Marzuki Alie dibuat tidak lama setelah mengakses referensi tersebut, dalam arti tulisannya dibuat beberapan bulan setelah tulisan pertama diposting.
Yang jadi pertanyaan, apakah mungkin dua orang yang berbeda bisa menulis hal yang sama persis? Inikah aksi plagiat?
Siapa mencontek siapa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H