Mohon tunggu...
吳明源 (Jonathan Calvin)
吳明源 (Jonathan Calvin) Mohon Tunggu... Administrasi - Pencerita berdasar fakta

Cerita berdasar fakta dan fenomena yang masih hangat diperbincangkan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Siapkah Indonesia Menerima Kohabitasi?

16 Maret 2024   12:00 Diperbarui: 16 Maret 2024   12:14 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://th-law.co.uk/wp-content/uploads/2022/11/Family-Law-Cohabitation-v-Marriage.png

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/02/29/angka-pernikahan-turun-pada-2023-rekor-terendah-sedekade-terakhir
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/02/29/angka-pernikahan-turun-pada-2023-rekor-terendah-sedekade-terakhir
Menurut laporan Statistik Indonesia, terdapat 1,58 juta pernikahan di dalam negeri pada 2023, turun 7,51% dibanding 2022 (year-on-year/yoy). Angka pernikahan ini juga menjadi rekor terendah selama satu dekade terakhir. Dalam 10 tahun belakangan, angka pernikahan nasional sempat mencapai rekor tertinggi pada 2013, yakni 2,21 juta pernikahan. Setelah itu angkanya bergerak fluktuatif, lantas konsisten turun lima tahun berturut-turut sejak 2019, seperti terlihat pada grafik. Berdasarkan provinsi, angka pernikahan terbanyak pada 2023 berada di Jawa Barat, yaitu 317.715 pernikahan. Posisinya diikuti Jawa Timur 285.189 pernikahan, dan Jawa Tengah 256.144 pernikahan.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/01/30/angka-kelahiran-indonesia-turun-30-dalam-tiga-dekade
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/01/30/angka-kelahiran-indonesia-turun-30-dalam-tiga-dekade

Fenomena turunnya jumlah pernikahan yang tercatat di tahun 2023 seiring penurunan angka kelahiran dari tahun 1990 hingga 2022. Menurut data World Population Prospects, pada 1990 TFR (Total Fertility Rate) atau angka kesuburan Indonesia masih di level 3,10. Artinya, setiap satu orang perempuan rata-rata melahirkan tiga anak sepanjang masa reproduksinya. Kemudian di tahun-tahun berikutnya TFR bergerak turun hingga mencapai 2,15 pada tahun lalu. Secara kumulatif, angka kelahiran Indonesia sudah berkurang 30,64% selama periode 1990-2022.

Menurunnya angka pernikahan dan angka kesuburan Indonesia disebabkan dengan meningkatnya tingkat pendidikan yang dicapai, semakin besar kemungkinan orang tersebut hanya akan memiliki satu anak atau bahkan tidak sama sekali. Kondisi ekonomi yang tidak stabil, mental yang belum siap, serta cara pandang masyarakat yang kian maju. Penurunan jumlah pernikahan banyak terjadi di generasi Z karena fokus kehidupan gen Z banyak dari media sosial. Banyaknya fenomena KDRT, perselingkuhan yang beredar di media sosial juga mendorong turunnya minat atau ketakutan masyarakat untuk menikah. Sehingga menikah kerap dianggap sebagai beban sosial dan ekonomi.

Dalam sebuah penelitian, selain beberapa faktor yang telah disebutkan sebelumnya, penurunan angka pernikahan juga disebabkan biaya pernikahan yang tinggi, seperti mahar, pesta pernikahan, dan kebutuhan hidup setelah menikah; pergeseran budaya dan nilai-nilai sosial, seperti meningkatnya individualisme dan gaya hidup modern membuat orang lebih memilih untuk hidup sendiri; penggunaan media sosial dan aplikasi kencan online membuat orang lebih mudah untuk menjalin hubungan tanpa harus menikah.

Dari kedua fenomena yang terjadi, haruskah Indonesia mengubah persepsinya tentang menjalin suatu hubungan?

“Mahalnya” biaya dalam pernikahan mendorong generasi Z untuk menunda pernikahan yang lantas memunculkan fenomena cohabitation di beberapa daerah meskipun bertentangan dengan norma hukum dan agama. Cohabitation atau biasa dikenal dengan “kumpul kebo” berbeda dengan pernikahan. Pernikahan adalah ikatan yang sah secara hukum dan diakui secara formal antara dua pasangan. Sementara itu, kumpul kebo merujuk pada pasangan yang tinggal bersama tetapi tidak menikah atau dalam ikatan sipil.

Ketika berpisah, para kumpul kebo tidak memiliki hak dan perlindungan hukum yang sama seperti pasangan menikah. Banyak pasangan sekarang memilih untuk tinggal bersama sebelum mempertimbangkan menikah, terutama untuk menghemat biaya sewa atau cicilan rumah. Persyaratan pernikahan berbeda-beda di setiap daerah. Persyaratan tersebut biasanya meliputi surat izin menikah, masa tunggu, tes darah, dan batasan usia minimum. Upacara pernikahan dipimpin oleh pemuka agama atau petugas pengadilan dan disaksikan oleh para tamu. Sementara kumpul kebo dapat dimulai kapan saja, oleh orang dari segala usia dan jenis kelamin, tanpa persyaratan formal apapun. Pernikahan harus diakhiri dengan proses perceraian atau pembatalan pernikahan yang formal dan legal. Proses ini bisa mahal, memakan waktu, rumit, dan menguras emosi.

Kumpul kebo biasanya dapat diakhiri dengan sederhana dan informal, berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Seringkali, dampak emosionalnya bisa sama atau mirip dengan yang terjadi saat mengakhiri pernikahan. Pasangan suami istri yang bercerai harus membagi harta mereka sesuai dengan metode yang ditentukan secara hukum. Pada saat hubungan kumpul kebo berakhir, para pasangan yang tidak menikah biasanya dapat membagi harta benda mereka sesuai keinginan mereka. Namun, tanpa adanya pedoman hukum, hal ini dapat menimbulkan lebih banyak konflik.

Bagaimana hukum di Indonesia menyikapi Kohabitasi?

Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), soal ini diatur dalam pasal 412 KUHP dimana isinya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun