Jakarta yang menjadi ibukota Indonesia sejak lama memiliki setumpuk masalah, salah satunya pencemaran udara yang terus menghiasi pemberitaan berbagai media akhir-akhir ini. Dalam indeks World Most Polluted City yang dapat dilihat di Airvisual pada 8 Agustus "mentahbiskan" Jakarta sebagai kota paling tercemar di seluruh dunia. Posisinya bersaing dengan kota-kota lain di dunia terutama dengan kota-kota di India. Menurut Greenpeace dan AirVisual analysis, 22 dari 30 kota dengan udara paling tercemar di dunia berada di India, dikutip dari Guardian, 5 Maret 2019
Tidak hanya Jakarta yang menjadi salah satu kota paling berpolusi di dunia melainkan juga negara Indonesia yang juga dinobatkan sebagai negara berpolusi terbanyak ke-11 di dunia menurut indeks World most polluted countries 2018 menurut AirVisual analysis yang mengukur PM2.5
Pencemaran udara memang menjadi masalah laten di banyak negara, hanya saja baru diungkap saat ini oleh media-media di Indonesia. Hal ini terbukti dari pengukuran yang dilakukan oleh Greenpeace dan AirVisual. Dari 3000 kota di seluruh dunia yang disurvey sebanyak 64% kota mengalami pencemaran udara melebihi batas partikulat PM2.5 yang telah ditetapkan oleh WHO. Tidak hanya membawa dampak yang buruk terhadap kesehatan, namun pencemaran udara juga membawa dampak yang buruk juga terhadap bidang lain, misalnya saja pertanian.
Namun, layaknya Indonesia harus belajar dari India guna mencegah dampak pencemaran udara di bidang pertanian. Dalam penelitian berjudul Reductions in India's crop yield due to ozone disebutkan bahwa terpaparnya tanaman-tanaman oleh ozone (O3) dalam jangka panjang mengakibatkan kerusakan vegetasi yang berakibat menurunnya hasil panen serta kualitas benih.
Fakta ini menjadi perhatian penting di India dikarenakan ekonomi India yang terus berkembang mengakibatkan peningkatan penggunaan NOx, CO, and VOCs yang menjadi pemicu terbentuknya ozone (O3). Dari keempat komoditas unggulan India, gandum menjadi komoditas yang paling terdampak dari besarnya konsentrasi ozone (O3) dengan kehilangan 3.5 0.8 juta ton yang diikuti oleh padi dengan 2.1 0.8 juta ton
Penggunaan batubara semakin meluas
Dampak ini semakin diperparah dengan prevalensi penggunaan batubara sebagai bahan bakar yang terus meningkat. Menurut laporan dari Energy Policy & The Environment Report dari The Manhattan Institute menyebutkan hingga 2013, konsumsi batubara di seluruh dunia setara dengan 24.4 juta barel minyak per hari atau 9 kali lebih besar dibanding penggunaan energi angin atau 40 kali lebih besar dibanding penggunaan energi matahari. Masifnya penggunaan batubara sebagai energi utama dikarenakan biayanya yang murah, sumber daya yang tersedia luas serta pasarnya yang cenderung tidak dipengaruhi oleh oknum-oknum tertentu seperti OPEC pada komoditas minyak.