Pada waktu sekarang ini, dunia semakin nyata dihadapkan pada permasalahan krisis lingkungan dan semakin viral akhir- akhir ini dengan berbagai masalah baik dimulai dari pembuangan sampah plastik di lautan, pengalihan tanah menjadi berbagai keperluan, hingga kasus polusi yang mencakup berbagai bidang baik itu suara hingga udara.
Hingga saat ini, media telah banyak menyorot masalah tersebut, namun ada satu hal yang sering terlupa bahwa semua krisis tersebut tidak terlepas dari korupsi dan suap di baliknya. Dari fenomena ini, seringkali mereka yang menjadi abdi lingkungan yang menjadi korbannya dan luput dari pemberitaan.
Menurut penelitian Natalie Butt, Frances Lambrick, dan Marry Menton dalam jurnalnya berjudul The supply chain of violence, dari berbagai kasus sengketa lahan yang terjadi di 50 negara dari tahun 2002 hingga 2017, terungkap 1558 orang meninggal dalam usaha untuk memperjuangkan tanah dan lingkungannya. Dari jumlah tersebut, setara dengan 2 kali lipat jumlah Tentara Inggris ataupun Australia yang tewas di medan perang pada periode yang sama atau setara dengan setengah jumlah pasukan Amerika Serikat yang meninggal dalam tugas di Irak dan Afghanistan
Kekerasan yang dialami dapat berupa kekerasan secara langsung (meliputi aspek fisik dan psikologis), aspek struktural, maupun kultural. Pada aspek fisik, kekerasan dapat terjadi di penjara, penghilangan nyawa, serta perlakuan yang berbahaya pada kesehatan. Secara struktural, kekerasan dapat masuk dari aspek keagamaan maupun etnis. Secara kultural dapat melalui tindakan yang tidak adil serta tindakan represif pada penjaga lingkungan
Konflik banyak terjadi pada saat proses pengerukan sumber daya seperti misalnya kegiatan tambang yang melakukan pengusiran penduduk setempat dan pengabaian hak-hak adat. Konflik diperparah dengan proses pengolahan sumber daya yang tidak memperhatikan hak penduduk setempat atas hasil yang telah diolah (contohnya proses pembalakan liar), atau pemberian hak-hak sipil terhadap sekelompok orang yang dijamin oleh pemerintah yang korup (contoh penguasaan air oleh sekelompok masyarakat), negosiasi politik yang mengingkari hukum (contoh pemberian izin tambang di wilayah dilindungi seperti hutan)
Dalam beberapa kasus, seringkali tindakan kekerasan pada pengabdi lingkungan didukung oleh beberapa faktor seperti : insentif (dalam bentuk uang atau kekuasaan) dari pemerintah ataupun pelaku usaha eksploitasi, membatasi ekonomi dan kebudayaan warga setempat yang bergantung pada sumber daya alam, minimnya penegakan hukum
Jumlah kasus kekerasan dan kematian pengabdi lingkungan dari tiap kegiatan sektor sumber daya alam utama (Agribusiness, Logging, Mining and Extraction, Poaching, Water and Dams) bervariasi tiap negara ataupun kawasan. Dari tahun 2014 hingga 2017, pada sektor Agribusiness, jumlah kematian terbesar dialami oleh warga Filipina dan Brazil.
Dari sektor logging (pembalakan liar), jumlah kematian terbesar dialami oleh warga Brazil. Dari sektor Mining and Extraction (Penggalian tambang), jumlah kematian terbesar dialami oleh warga Filipina, Kolombia, dan India.
Dari sektor Water and DAM (pembukaan bendungan), jumlah kematian terbesar dialami oleh warga Guatemala dan Honduras. Dari sektor poaching (perburuan liar), jumlah kematian terbesar dialami oleh warga Vietnam dan Republik Kongo