Berdasarkan data yang dihimpun dari APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dicatat pengguna internet di Indonesia tahun 2017 mencapai 132,7 juta jiwa. Jumlah ini mencapai setengah dari penduduk Indonesia yang mencapai 256,2 juta. Apabila ditelisik lebih dalam Pulau Jawa masih memegang peranan lebih besar dimana pemakai terbesar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Apabila didasarkan pada jenis kelamin, laki-laki lebih sering mengakses internet dibandingkan wanita namun perbandingannya pun tidak terlalu signifikan hanya sebesar 52,5% berbanding 47,5%. Terkait konten apa yang dibuka di internet, media sosial masih menjadi konten primadona yang digandrugi masyrakat. Namun, di sisi lain Google juga mengadakan penelitian berbentuk survey dimana 1 dari 4 pengguna internet lebih banyak didominasi oleh kaum ibu rumah tangga yang notabene wanita.
Ancaman dunia maya saat ini sudah merajalela, salah satunya berita hoax yang sedang ramai dibicarakan dalam 2 hingga 3 tahun sebelumnya dan tentunya kaum wanita lebih banyak terkena dan menjadi korban dari ancaman tersebut. Banyak dari mereka yang terjerat secara tidak sadar seperti misalnya, seringkali pengguna internet dihadapkan pada banyak gambar di dunia maya yang mengudang simpati bahkan empati dan bagi mereka yang menyaksikan gambar ataupun video tersebut tidak segan membagikannya dengan dasar peristiwa yang sama juga dialami oleh sanak keluarganya tanpa mempedulikan kebenaran dari isi postingan yang dibagikan. Kecenderungan timbul rasa empati lebih tinggi ditunjukkan oleh pihak wanita sehingga seringkali mereka menjadi korban penyebaran postingan hoax.
Menurut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 28 ayat 1 dan 2 tahun 2008 yang mengatur penyebaran hoax secara sengaja maupun tidak disengaja, para pelaku penyebaran hoax dalam bentuk apapun diganjar dengan hukuman penjara 6 tahun dan denda sebesar 1 milliar. Sedangkan hingga saat ini, berdasar Ilmu Komputer, hoax dapat berbentuk 4 jenis yaitu berbasis tulisan, gambar, suara dan video dimana tulisan merupakan bentuk yang paling mudah dimanipulasi sedangkan video merupakan bentuk yang paling sulit.
Tentunya masyarakat saat ini telah sering menjumpai kabar berita dalam bentuk apapun. Ada yang tersebar melalui media sosial, website ataupun pesan singkat dan sangat disayangkan seringkali masyarakat acuh terhadap sumber kebenaran berita tersebut sehingga jika ada berita yang kita anggap sejalan dengan pemikiran kita seringkali kita sebarkan dengan mudahnya kepada khalayak ramai.
INGAT SAUDARA! MENYEBAR HOAX TIDAK DISENGAJA DAPAT DIKENAKAN PASAL 28 AYAT 1 DAN 2 TAHUN 2008 UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Lantas, bagaimana cara kita mendeteksi kebenaran sumber berita berupa baik berupa teks maupun link?
Terdapat faktor lain yang tidak berhubungan dengan penyebaran hoax, namun cukup banyak menjerat korban dimana kasusnya paling banyak dialami via telepon. Seringkali korban yang sedang sibuk, ditelepon oleh pelaku dan tampak mengiyakan penawaran dari pelaku guna menghindari pembicaraan dalam waktu yang lama. Selanjutnya, korban pun merasa dirugikan oleh penawaran dari pelaku dan ketika si korban menggugat, seringkali gugatan yang dilayangkan gagal karena barang bukti berupa percakapan telepon karena sejak tahun 2008, seluruh percakapan di telepon direkam.
Untuk memastikan kebenaran dari suatu berita ada beberapa aspek yang harus dipenuhi yang pertama otentikasi (memastikan saya adalah saya) misalnya seringkali kita mendapat pesan singkat yang berisi informasi tertentu yang turut mencatumkan nama salah satu orang yang bersangkutan dengan informasi tersebut.
Dalam aspek otentikasi, biasanya dilakukan dengan tanda tangan dan disertai dengan cap sedangkan versi digital tanda tangan dapat berupa digital signature (tanda tangan melalui sistem) yang dapat diperbanyak secara otomatis. Di sisi lain, masalah yang muncul adalah kita tidak dapat mengetahui asal dari pesan tersebut.
Kasus lain yang sering terjadi adalah pencantuman informasi yang dituliskan berasal seseorang dengan gelar yang panjang cukup membuat masyarakat mempercayai informasi tersebut. Selain itu, berita yang ditulis harus berasal dari orang yang berkapasitas dalam bidang tersebut seperti berita mengenai tanaman yang dituliskan oleh ahli kesehatan. Dalam hal itu, ahli kesehatan tersebut telah melanngar prinsip otentikasi karena berbicara bukan pada kapasitasnya.