Sejak awal abad 21, teknologi media komunikasi menjadi sebuah terobosan baru dalam sejarah hidup manusia. Teknologi ini memungkinkan manusia untuk dapat berhubungan satu sama lain tanpa adanya hambatan jarak dan waktu. Media komunikasi yang terus berkembang telah menjadi sebuah hal baru yang terus berkembang seiring perkembangan zaman. Seolah selalu ada di mana-mana, media komunikasi digital yang inovatif dapat kita jumpai penggunannya dimana-mana seiring terjadinya globalisasi. Dewasa ini, media sosial mencakup beberapa platform yang membantu mewujudkan esensi interaksi ini seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, YouTube, Instagram, dan Telegram, serta platform lainnya yang tak terhitung jumlahnya.
Dampak dari penyebaran teknologi tersebut akhir-akhir ini dapat kita rasakan. Manusia dapat mempoting kesehariannya serta buah pemikiran mereka ke khalayak ramai dalam dunia maya. Implikasinya, seluruh aktivitas manusia dapat ditanggapi oleh semua orang, termasuk pada penggiringan opini dan pergerakan masssa. Efektivitas media sosial dalam pergerakan sosial tentu dengan mudah dicapai. Mobilisasi massa mengacu pada proses menggerakkan masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu dan menumbuhkan kesadaran kolektif mereka. Mobilisasi sebagai salah satu fungsi inti media yang terkait dengan merangsang kesadaran masyarakat dalam mengejar tujuan tertentu.
Sebagai katalisator dalam berbagai pergerakan, media sosial dapat menjadi media yang efektif dalam menyebarkan sebuah isu di masyarakat. Gerakan aksi protes #EndSARS 2020 akan tercatat dalam sejarah sebagai gerakan yang mencontohkan kekuatan pemersatu media sosial di antara populasi muda dan bagaimana media sosial dapat digunakan dalam revolusi untuk perubahan dan reformasi struktural. Gerakan aksi #EndSARS berupaya mengakhiri semua bentuk kebrutalan polisi, menunjukkan perlawanan warga terhadap kebrutalan dan pelanggaran polisi yang tak henti-hentinya yang telah menjadi hal biasa di Nigeria.
Gerakan #EndSARS berawal dari keresahan masyarakat yang timbul akibat perilaku unit kepolisian SARS (Special Anti-robbery Squad) yang dinilai melakukan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pemerasan, penyiksaan, penghilangan paksa, dan pembunuhan di luar hukum. Unit ini awalnya didirikan untuk menangani kasus-kasus perampokan dan kejahatan kekerasan di Nigeria. Namun alih-alih memberantas kejahatan, anggota SARS sering menyalahgunakan kekuasaan mereka. Mereka dituduh memeras uang, menyiksa tahanan, dan membunuh tanpa proses hukum.
Media digital menjadi saluran bagi kaum muda untuk melampiaskan kemarahan mereka dan mengekspresikan kekecewaan mereka terhadap orang-orang pemangku jabatan, dan menolak hak-hak dasar kehidupan dan martabat manusia. Korban dari kebrutalan unit SARS mulai muncul dalam media sosial dan membagikan pengalamannya. Asal mula protes tersebut berawal dari sebuah Tweet pada tanggal 3 Oktober 2020 oleh seorang pengguna Twitter bernama Chinyelugo dengan pegangan @AfriciaOfficial2, yang men-tweet tentang seorang pemuda yang diduga disiksa sampai mati oleh operator SARS di Ughelli, Negara Bagian Delta. Pada tanggal 7 Oktober 2020, setelah insiden tersebut menarik minat yang cukup besar di media sosial secara global, protes besar #EndSARS dimulai di Lagos. Korban dari kebrutalan SARS mulai angkat bicara dan mendorong kampanye pembubaran unit SARS di Nigeria.
Sebenarnya, ini bukanlah protes anti-SARS pertama yang terjadi di Nigeria. Aksi kampanye #EndSARS juga pernah terjadi sejak tahun 2015, namun tuntutan masyarakat masih belum tercapai. Protes #EndSARS terus berkembang menjadi protes besar-besaran yang menarik perhatian internasional dan memaksa pemerintah untuk memberikan ruang dialog dengan masyarakat.
Setelah sebuah video yang memperlihatkan anggota SARS menembak mati seseorang menjadi viral, tagar #EndSARS dengan cepat naik menjadi tren, didukung oleh banyak selebritas dan tokoh publik di Nigeria. Dukungan untuk tagar ini juga meluas ke luar Nigeria, di mana pengguna Twitter menunjukkan solidaritas mereka, termasuk dengan membantu biaya pulsa internet sesama pengguna agar tagar tersebut tetap bertahan di puncak trending. Keriuhan di media sosial ini mendorong banyak orang untuk mengorganisasi aksi protes mereka sendiri.
Sebagai contoh, Uloma Nwoke bersama teman-temannya memutuskan untuk menggelar protes di Lekki, sebuah kawasan komersial di Lagos, ibu kota ekonomi Nigeria. Dengan menyebarkan poster yang memuat jadwal dan lokasi aksi di berbagai platform media sosial, mereka tidak menyangka hampir 1.000 orang hadir untuk bergabung dalam protes pada 10 Oktober. Nwoke menuturkan bahwa banyak dari mereka yang datang bukan hanya kalangan rakyat menengah kebawah, namun ada juga dari kalangan selebriti dan tokoh masyarakat.
Sementara protes, yang awalnya dimulai di Lagos, menyebar ke kota-kota besar di bagian selatan negara itu, klimaksnya terjadi pada 20 Oktober 2020 ketika petugas Angkatan Bersenjata Nigeria menembaki pengunjuk rasa di pintu tol Lekki, mengubah protes damai menjadi kekerasan. Aksi massa yang tergabung memiliki beberapa tuntutan, yaitu (1) pembebasan segera semua pengunjuk rasa yang ditangkap; (2) keadilan bagi semua korban yang meninggal karena kebrutalan polisi dan kompensasi yang sesuai untuk keluarga mereka; (3) pembentukan badan independen untuk mengawasi investigasi dan penuntutan semua laporan pelanggaran polisi; (4) evaluasi psikologis dan mempertahankan semua petugas SARS yang dibubarkan sebelum mereka dapat ditugaskan kembali; dan (5) perlunya peningkatan gaji polisi sehingga mereka dapat diberi kompensasi yang memadai dan termotivasi untuk melindungi kehidupan dan harta benda warga negara. Tuntutan-tuntutan ini beredar luas di platform media sosial seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, dan Instagram, yang memicu protes.
Selain hashtag EndSARS, ada juga tagline "Soro Soke" yang jika kita lihat dalam platform twitter, maka kita dapat melihat banyak video, gambar, dan cuitan mengenai aksi masyarakat dan tuntutan pembubaran SARS. Postingan-postingan tersebut menuai banyak like, retweet dan komentar dari pengguna media sosial lain.
Peran media sosial sangat penting dalam memobilisasi kaum muda dalam aksi protes. Para pemimpin pemikiran, terutama selebritas dan aktivis hak asasi manusia, memobilisasi para pengunjuk rasa melalui saluran media sosial, yang menarik banyak pengunjuk rasa baik daring maupun luring. Salah satunya dukungan dari CEO Twitter, Jack Dorsey, yang mem-posting tautan donasi mendukung #EndSARS. "Berdonasi via #Bitcoin untuk mendukung #EndSARS," kata Dorsey sembari mengutip tautan dari Feminist Coalition, salah satu kelompok yang paling vokal mendukung aksi protes di Nigeria. Selain berfungsi sebagai peningkatan kesadaran tentang kekerasan polisi dan mengoordinasikan aksi protes di lapangan, para pengorganisir juga memanfaatkan tagar #EndSARS di media sosial untuk menjalin komunikasi dengan relawan, mengumpulkan donasi, serta memberikan laporan rutin tentang penggunaan dana yang terkumpul. Informasi lain yang disebarkan mencakup bantuan darurat serta panduan untuk menghadapi potensi pemadaman internet.
Dampak dari masyarakat yang terintegrasi serta pergerakkan massa yang masif mengakibatkan Presiden Nigeria Muhammadu Buhari menginstruksikan kepada Irjen Pol Adamu untuk menangani secara serius kekhawatiran masyarakat Nigeria atas dugaan aksi brutal polisi tersebut. Kemudian pada hari Minggu, 11 Oktober 2020, Kepolisian Nigeria melalui Irjen Pol Muhammed Adamu menyatakan bahwa Satuan Khusus Anti Perampokan (SARS) yang mendapatkan protes dari warga karna dugaan tindakan brutal, dibubarkan. Melansir dari pernyataan yang dirilis Kepolisan Nigeria dalam akun twitternya, lebih lanjut, seluruh anggota polisi dari SARS akan dipindah ke bagian unit lain dan untuk menanggapi laporan tindak kriminal terhadap masyarakat, akan dibentuk tim investigasi yang melibatkan organisasi masyarakat sipil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H