Politik Luar Negeri Indonesia
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, menjalankan kebijakan politik luar negeri yang berfokus pada prinsip non-blok, kerjasama regional, dan perdamaian internasional. Adapun prinsip kebijakan luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif. Bebas artinya adalah Indonesia terbebas dari blok apapun. Sedangkan aktif memiliki arti bahwa Indonesia aktif dalam mengkampanyekan perdamaian dan turut berkontribusi dalam berbagai isu gobal yang terimplementasi dalam berbagai aksi nyata untuk mendukung adanya sebuah perdamaian. Sebagai contoh, Indonesia sebagai anggota G20, turut berkontribusi dalam forum ekonomi global untuk mempromosikan pertumbuhan inklusif dan keadilan perdagangan internasional. Indonesia juga aktif dalam organisasi ASEAN yang menjadi wadah geopolitik Asia Tenggara. Perubahan iklim dan keberlanjutan juga menjadi fokus diplomasi Indonesia, terlihat dari partisipasinya dalam perjanjian internasional terkait perlindungan lingkungan. Dalam upaya meningkatkan hubungan dengan negara-negara lain, Indonesia terus mendorong kerjasama ekonomi, pendidikan, dan budaya sebagai bagian integral dari kebijakan luar negerinya.
Isu Lingkungan Laut
Dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang aktif, Indonesia aktif dalam mempromosikan perdamaian dan penyelesaian masalah dengan cara diplomasi dan vokal terhadap isu-isu internasional yang harus segera ditanggulangi secara kolektif. Dari berbagai diplomasi aktif yang Indonesia lakukan, isu lingkungan khususnya pada sektor kelautan turut menjadi perhatian. Sebagai negara dengan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki kepentingan yang signifikan di sektor kelautan. Keanekaragaman hayati dan sumber daya alam, terumbu karang, serta flora dan fauna, menjadi aset berharga tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi seluruh dunia. Namun, keberlanjutan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam kita terancam oleh berbagai kegiatan pembangunan ekonomi dan aktivitas masyarakat lainnya, yang mengakibatkan pencemaran, kerusakan lingkungan, dan penurunan fungsi ekosistem.
Salah satu isu yang mendapat perhatian serius dalam kondisi perairan laut global adalah pencemaran akibat sampah plastik (Marine Plastic Debris). Sampah plastik masih tersebar luas di berbagai perairan di Indonesia, baik di permukaan maupun di bawah air, dengan kontribusi besar dari kegiatan masyarakat di daratan yang akhirnya mencapai laut. Perhatian terhadap sampah plastik disebabkan oleh sifatnya yang sulit terurai, mampu bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di laut, dan mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa plastik telah menjadi bagian dari rantai makanan karena ikan mengonsumsinya. Sebagai material berbahaya dan beracun, langkah-langkah pencegahan harus diambil untuk mencegah plastik mencemari perairan laut.
Peran Indonesia dalam Mengkampanyekan Marine Plastic Debris
Dalam konteks internasional, Indonesia telah lama mengkampanyekan isu sampah plastik dalam forum internasional. Pemerintah Indonesia secara konsisten memfokuskan upayanya pada kerjasama bersama berbagai pihak untuk menciptakan solusi dalam mengatasi masalah sampah plastik laut. Salah satu langkah yang ditekankan adalah mendorong implementasi investasi berkelanjutan, terutama di negara-negara berkembang, dengan tujuan menghasilkan inovasi alternatif plastik dan mengurangi penggunaan produk dan kemasan plastik. Pada tahun 2015, Indonesia telah menjadi co-sponsor dalam resolusi Marine Plastic Debris and Microplastic yang diusulkan oleh Norwegia pada pertemuan United Nations Environment Assembly (UNEA). Hal ini dapat teridentifikasi bahwasanya Indonesia telah mengakampanyekan bahaya sampah plastik yang terus menumpuk di laut.
Pada Februari 2017, dalam World Ocean Summit 2017 yang diadakan di Bali, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi 70% sampah plastik di laut pada tahun 2025. Dan sebagai bentuk keseriusannya, pemerintah Indonesia meresmikan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018, tentang penanganan sampah laut, dan memuat Rencana Aksi Nasional 2018-2025 yang melibatkan berbagai Kementerian/Lembaga dan Pemda. Pihak Indonesia mengatakan bahwa sampah plastik yang mencemari laut bukan hanya merusak ekosistem flora dan fauna, namun juga berbahaya untuk masyarakat yang mengonsumsi ikan hasil tangkapan yang tercemar sampah.
Di tahun 2018, tepatnya pada 29-30 Oktober 2018, Indonesia juga menjadi tuan rumah dalam perhelatan Our Ocean Conference (OOC) yang diadakan di Bali. Indonesia dipercaya untuk menjadi negara pertama di Asia yang melaksanakan Our Ocean Conference kelima ini. Hal ini merupakan tanda bahwa Indonesia telah dipandang oleh dunia karena keaktifannya dalam memperjuangkan isu kedaulatan dan hak laut baik melalui diplomasi maritim maupun kebijakan dalam negeri. Kesempatan emas ini tentu tak dilewatkan Indonesia dalam kembali mengkampanyekan mengenai plastik laut, atau lebih tepatnya pencemaran laut (marine pollution). Isu ini diangkat menjadi salah satu dari 6 bidang aksi yang diusung dalam konferensi ini. Tentu Indonesia berharap melalui arena yang lebih besar ini akan banyak membuka mata negara lain dalam penanganan sampah di lautan.
Yang terbaru pada Mei 2023, telah dilaksanakan The 3rd Regional Ocean Policy Dialogue on Marine Plastic Pollution in Southeast Asia yang digelar di Denpasar, Bali. Indonesia kembali menyuarakan isu sampah di lautan dalam forum regional ini. Pemerintah Indonesia mengungkapkan bahwa keberhasilan dalam menanggulangi masalah ini adalah terletak dalam kekolektifan dalam menanganinya. Negara-negara Asia Tenggara harus bersinergi dalam menyelesaikan kasus ini bersama-sama. Untuk itu, Kemenko Marves bekerjasama dengan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan COBSEA, menyelenggarakan dialogi kebijakan kelautan tingkat regional yang dihadiri oleh negara Thailand, Vietnam, Malaysia, Laos, Cambodia, Philipina, dan beberapa mitra pembangunan seperti World Bank, ADB, KfW, GIZ, ERIA, dsb. Regional forum ini bertujuan untuk pertukaran informasi terkait:
a. Peran data dan informasi dalam mempromosikan pembuatan kebijakan berbasis bukti untuk mengatasi polusi plastik laut.