Awal mula Infeksi virus corona pertama kali dilaporkan di Wuhan, Cina pada 31 Desember 2019. Sejak saat itu, virus ini menyebar dan terus menginfeksi lebih banyak orang. Berdasarkan informasi World Health Organization (WHO), tercatat virus ini telah menjangkit 234.073 jiwa di seluruh dunia per tanggal 19 Maret 2020.
Perdebatan antar pihak, politik, dan konspirasi membumbui berita-berita yang terinformasi ke masyarakat. Hal tersebut, mungkin saja, membuat kita menjadi apatis dan tanpa sadar menurunkan intuisi untuk melakukan pencegahan dini terhadap virus ini.
Kasus pertama di Indonesia diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020, berselang 62 hari sejak klaster mula-mula teridentifikasi di Wuhan. Namun, hasil penelusuran berdasarkan aktivitas pasien menunjukan, Kasus 01 telah terjangkit sejak 17 hari sebelumnya oleh seorang WNA Jepang dari Malaysia. Hal ini cukup menjelaskan bagaimana virus ini sampai di Indonesia, tidak lain karena transmisi antara satu orang dengan satu orang lainnya ketika melakukan interaksi dan beraktivitas.
Berdasarkan sudut pandang ilmu perilaku perjalanan, setiap individu akan beraktivitas dan melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pasien 01 tidak pernah tau, ia akan pulang kembali kerumahnya dengan membawa virus di dalam tubuhnya. Pasien 01 tertular oleh WNA Jepang saat keduanya beraktivitas di klub dansa yang sama. Pasien 01 melakukan perjalanan pulang ke rumahnya, dan tanpa sengaja menularkan kepada Pasien 02. Pasien 01 dan 02 pergi berobat ke rumah sakit dan tanpa sengaja meningkatkan potensi penularan virus lebih luas kepada orang-orang di sekitarnya, baik di rumah sakit, maupun sepanjang perjalanan. Tautan aktivitas dan perjalanan harian pasien seperti ini dapat membantu pemahaman atas lokasi potensial penyebaran virus.
Secara logis, titik-titik potensial penyebaran virus berada pada lokasi-lokasi aktivitas utama pasien, yaitu tempat tinggal dan tempat kerjanya. Pasien tersebut telah menghabiskan porsi waktunya lebih banyak di kedua tempat ini. Hal ini mendasari penelusuran pasien potensial lainnya dilakukan pada orang-orang yang berada di sekitar lokasi-lokasi tersebut. Dan akan terus berkembang ke lokasi-lokasi potensial lainnya ketika satu orang lain telah terkonfirmasi menjadi pasien positif.
Tidak cukup di kedua lokasi tersebut, penelusuran lokasi potensial tetap perlu dilengkapi dengan lokasi-lokasi pasien saat memenuhi kebutuhan hidupnya yang lain dalam kurun waktu beberapa hari terakhir, seperti mall yang dikunjungi, bioskop, tempat makan siang dan makan malam, atau sekedar warung kelontong yang dihampiri pada saat perjalanan pulang kerja.
Pemerintah perlu bertindak cepat untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi potensial tersebut berdasarkan keterangan pasien. Menindaklanjutinya dengan sterilisasi dan mengisolasi lokasi tersebut sementara waktu. Masyarakat yang juga beraktivitas utama di tempat tersebut pun perlu mengkarantina diri sendiri dan membatasi perjalanan yang tidak dibutuhkan untuk menghentikan potensi penyebaran.
Pada pasien positif yang tidak mengalami gejala, tanpa sadar tubuhnya akan menjadi alat transportasi virus untuk mencari inang lainnya. Penyebaran virus ini akan semakin parah apabila ia tetap beraktivitas dan melakukan perjalanan. Social Distancing yang telah dihimbau oleh pemerintah merupakan solusi logis yang harus dituruti oleh masyarakat.
Perlu diperhatikan dengan seksama, berdasarkan penelitian yang berkembang, aerosol yang dikeluarkan pasien saat batuk maupun bersin dapat menyebarkan virus melalui udara. Demikian, hal ini akan memperluas lokasi potensial penyebaran virus, yang menjadikan rute perjalanan harian dari pasien positif tersebut menjadi "wilayah merah" baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H