Indonesia merupakan negara konstitusi, di mana konstitusi yang saat ini dianut adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Indonesia juga merupakan salah satu negara yang masih menerapkan hukuman mati sebagai salah satu bentuk pidana pokok, hukuman mati sendiri diatur dalam Pasal 10 KUHP.
Hak untuk hidup dalam kostitusi
Sebagai negara yang menerapkan hukuman mati, Indonesia juga memiliki ketentuan dalam konstitusi yang mengatur tentang hak untuk hidup. Contohnya yaitu Pasal 28A UUD NRI Tahun 1945 :Â
"Setiap orang berhak hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya."
Pasal 28I ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 :
"Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun."
Kedua bunyi dalam pasal tersebut telah sangat jelas menyatakan bahwa hak untuk hidup mendapatkan pengakuan oleh konstitusi. Namun, di saat yang bersamaan, keberadaan hukuman mati di Indoensia juga tetap diakui. Kondisi ini menimbulkan banyak pertanyaan di tengah-tengah masyarakat, karena seakan-akan terdapat sebuah pertentangan antara konstitusi dan penerapan hukuman mati. Masyarakat awam akan beranggapan bahwa terdapat suatu ketidakkonsistenan hukum dalam bidang penerapan hukuman mati. Ada pula yang menentang hukuman mati atas dasar dua pasal konstitusi tersebut.
Apa pandangan Putusan Nomor 2-3/PUU-V/2007 mengenai hukuman mati?
Dalam menjawab permasalahan tersebut, akan lebih baik apabila kita mengetahui salah satu jenis tindak pidana yang dapat diancam dengan hukuman mati. Salah satu tindak pidana yang sanksinya berupa hukuman mati adalah tindak pidana narkotika, diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.Â
Pada tahun 2007 (pada saat itu masih menggunakan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika), diajukan sebuah permohonan pengujian atas undang-undang narkotika tersebut. Salah satu pemohon dalam pengujian atas undang-undang tersebut adalah Scott Anthony Rush, seorang terpidana mati kasus Bali Nine, Scott mengajukan permohonan tersebut atas dasar Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, hukuman mati dianggap melanggar dua ketentuan dalam konstitusi tersebut.
Pengujian atas undang-undang narkotika tersebut diakhiri dengan dikeluarkannya Putusan Nomor 2-3/PUU-V/2007 oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan tersebut menyatakan bahwa hukuman tidaklah melanggar satupun ketentuan dalam konstitusi.
Apakah hukuman mati konstitusional?
Pada faktanya, hukuman mati di Indonesia merupakan bentuk hukuman yang tidak bertentangan dengan konstitusi. Jangankan atas dasar Putusan Nomor 2-3/PUU-V/2007, bahkan konstitusi itu sendiri telah menyatakan secara tidak langsung bahwa hukuman mati diizinkan, tersirat dalam Pasal 28J ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 :
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!